Jumat, 05 Agustus 2016

Sumber: https://trishaanindya98.wordpress.com/2015/01/01/ff-end-up-here/

[FF] End Up Here

IMG_4565Author : Lee HyunMi/Oncom-Ocho
Genre : Oneshoot, School Life, Romance
Cast :
  • Yoo Ji Ae (LOVELYZ)
  • Shin Dong Ho (U-Kiss)
  • Oh Se Hun (EXO-K) – cameo
  • Lee Sung Yeol (Infinite) – cameo
Short Message
Entah kenapa setelah lama hiatus, author malah kepikiran bkin ff macem ini -_- hehehe, sepertinya author sudah bosan dengan ending yang standar(?) jadi bkin yang extra-ordinary kyk gini, pairingnya jg amburadul gak cocok -_- hahaha~ enjoy guyss.. *btw author tiba” kangen sm dongho u-kiss :(*
WARNING: THIS STORY IS MINE! DO NOT PUT WITHOUT PERMISSION!
——————————————————————————————————————————-
“Menjalin hubungan dengan seseorang tidak selalu membuat kita bahagia. Ada saatnya dimana seorang perempuan lebih memilih untuk sendiri.”
“Ji Ae!!! Selamat, ya!!”
Teriakan beberapa murid kelas 11-A itu menyambut kedatangan seorang gadis berambut coklat yang baru saja menapakkan kaki di kelasnya. Yoo Ji Ae, gadis yang daritadi diteriaki itu hanya bisa melongo, bingung terhadap keramaian di pagi hari ini. Namun beberapa saat kemudian, semburat merah mulai nampak di wajahnya. Langsung saja Ji Ae duduk di bangkunya dengan salah tingkah. Ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa teman sekelasnya sudah tahu? Apa ada yang menguntitnya kemarin?
“Hei, Ji Ae!” tiba-tiba salah seorang teman sekelas Ji Ae menghampirinya. “Selamat, ya! Akhirnya kalian jadian juga!~” goda gadis itu sambil bersiul jahil.
Wajah Ji Ae semakin merah mendengar hal itu. Ia tidak mampu menyembunyikan rasa malunya.Kenapa cepat tersebar, ya?, batin Ji Ae.
Sore kemarin, saat Ji Ae usai mengikuti klub teater, ada seorang laki-laki yang menyatakan perasaannya kepada Ji Ae. Laki-laki itu adalah Shin Dong Ho, ketua kelas Ji Ae yang sudah mendekatinya sejak kelas 10. Pada awalnya Ji Ae tidak peduli dengan laki-laki itu, tapi seiring dengan berjalannya waktu, hati Ji Ae mulai tergerak karena kegigihan Dong Ho dalam mengejarnya. Singkat kata, di ruang teater yang pada saat itu tidak orang—selain Ji Ae dan Dong Ho—, Ji Ae menerimanya dengan senang hati. Saat itu pula, mereka kini berstatus sebagai pasangan kekasih.
Ji Ae kira tidak ada yang tahu tentang peristiwa paling berkesan tersebut selain dirinya dan Dong Ho, tapi ternyata? Lihat, teman sekelasnya pada tahu tentang hal itu. Apa karena kecanggihan teknologi sekarang, berita semacam itu cepat tersebar? Entahlah..
((()))
“Ji Ae…”
Ketika kelas sudah bubar, tiba-tiba Dong Ho menarik tas Ji Ae dari belakang dengan pelan. Gadis itu otomatis berhenti dan menoleh. “Ada apa, Dong Ho?” tanyanya dengan wajah memerah.
“Ayo, kita pergi sebentar!” ajak Dong Ho sambil tersenyum sumringah terhadapnya.
Tentu saja Ji Ae tidak menolak, karena ini merupakan kencan pertama mereka—setelah mereka pacaran, sebelumnya pernah sekali—, Ji Ae tidak mau melewatkan momen penting ini. “Tentu!” jawabnya antusias.
Dengan vespa favoritnya, Dong Ho mengajak Ji Ae ke kedai makanan khas Italia yang lokasinya agak jauh dari sekolah. Kedai itu terkesan sangat sederhana, namun harga-harga makanannya cukup mahal karena bercitarasa Italia asli. Langsung saja Dong Ho memesan 2 porsimargaretta pizza dan 2 tiramizu frappe (karena minuman itu adalah minuman kesukaan Ji Ae). Ji Ae sangat senang, sekaligus was-was. Ia tak henti-hentinya mengedarkan pandangan ke segala arah dengan ekspressi tegang.
“Kenapa?” tanya Dong Ho yang ternyata memperhatikan perubahan tingkah Ji Ae.
Ji Ae terkejut, lalu menundukkan kepalanya. “Tidak.. hanya saja, aku sedikit khawatir..”
Dong Ho menaikkan sebelah alisnya. “ Khawatir? Khawatir dengan apa?”
“Yah… kau tahu, kan? Kita ini backstreet…”
Mendengar ucapan Ji Ae itu, Dong Ho terdiam sejenak. Memang, dari awal Ji Ae sudah memberitahunya kalau orang tua Ji Ae belum membolehkan gadis itu pacaran. Jadi mau tidak mau, hubungan mereka harus dirahasiakan dari keluarga Ji Ae.
Dong Ho tersenyum tipis setelah beberapa saat terdiam, kemudian mengusap kepala Ji Ae. “Kita tidak akan ketahuan, aku yakin itu!” kata Dong Ho optimis. Kini tangan kanannya membelai lembut pipi Ji Ae.
“Ji Ae.. aku janji, aku akan melindungimu sekuat tenaga, dan aku tidak akan membiarkan kau menangis, termasuk merahasiakan hubungan kita ini dari orang tuamu!”
Kata-kata Dong Ho itu sukses membuat Ji Ae terharu. Tidak salah ia memilih Dong Ho. Sejauh yang ia kenal, laki-laki itu memang baik sekali,gentleman, pintar, optimis, dan romantis begini. Ji Ae juga yakin kalau Dong Ho pasti bisa menepati semua janjinya itu.
“Terima kasih, Dong Ho..”
((()))
Malam itu Ji Ae sedang asyik membaca novel di kamarnya. Sambil memutarkan lagu favoritnya, Ji Ae terlarut dalam cerita novel yang ia baca, sampai suatu notifikasi dari smartphone-nya mengusik kegiatan tersebut. Buru-buru Ji Ae meraih ponselnya dan membuka aplikasi LINE—aplikasi yang mengeluarkan notifikasi barusan. Sebuah screen capture beserta chat memenuhi layar sentuh ponsel Ji Ae.
[Myung Eun send a photo:
Se Hun: So sweet, Dong Ho!~ romantis sekali kau dengan pacar pertamamu, hahaha!~
Dong Ho: Diam kau, Se Hun! Lebih baik kau menjauh saja dari Ji Ae! Aku cemburu, tahu!
Se Hun: ….
Se Hun: Iya, iya… aku akan menjauhinya.
Dong Ho: Baguslah, harusnya kau melakukan itu dari awal!]
Ji Ae tersentak begitu membaca percakapan dari screen capture yang dikirim oleh temannya itu. Seolah-olah tak percaya, Ji Ae membaca percakapan tersebut sekali lagi. Apa ia tidak salah baca? Dong Ho menyuruh Se Hun untuk menjauhinya? Pacarnya sendiri telah menyuruh teman baiknya menjauh?
[Myung Eun: Kenapa Dong Ho begitu?😦 ]
Tangan Ji Ae gemetaran, antara kesal dan kecewa dengan apa yang telah Dong Ho lakukan. Dua minggu menjalani hubungan dengan laki-laki itu, baru kali ini Ji Ae merasa kesal begini. Hanya karena cemburu? Ia menyuruh Se Hun menjauh dariku hanya karena cemburu? Konyol!, batin Ji Ae. Namun ia berusaha untuk tidak meluapkan amarahnya, tetap tenang. Mungkin saja Dong Ho hanya bermaksud bercanda, meski pun bukan kebiasaannya melakukan hal kekanak-kanakkan begitu. Dengan tangan lemas, Ji Ae membalaschat dari Myung Eun itu.
[Ji Ae: Aku tidak tahu.]
((()))
Hampir satu bulan Ji Ae menjalani hubungan dengan Dong Ho, dan tinggal beberapa hari lagi mereka akan mengadakan anniversary yang ke satu bulan. Namun anehnya, Ji Ae tidak senang akan hal itu. Justru ia merasa terbebani karenanya. Tiga minggu terakhir ini ia mulai merasa tidak nyaman dengan kelakukan Dong Ho. Laki-laki itu ternyata sangat sensitif, berlebihan, kaku dan over-protective. Ia cepat cemburu meskipun Ji Ae hanya mengobrol dengan laki-laki lain yang berstatus sebagai teman biasa. Hubungan mereka pernah hampir berakhir karena masalah sepele tersebut, dan itu terjadi lebih dari sekali. Dong Ho juga terlalu keras kepala sebagai pacar, ia sangat egois dan selalu berasumsi kalau pendapatnya yang paling benar dan tidak mau mendengar saran dari Ji Ae.
Tapi yang paling membuat Ji Ae jengkel, Dong Ho ternyata tidak menepati janjinya dulu. Ji Ae justru sering menangis diam-diam karena sifatnya yang mengekang, Ji Ae juga jadi kehilangan salah satu teman baiknya karena laki-laki itu. Setelah Dong Ho menyuruh Se Hun menjauh, Se Hun benar-benar menjaga jarak dari Ji Ae, seperti menghindarinya. Mereka tidak pernah curhat bersama lagi, pergi bersama, kuliner bersama, dan semua kegiatan menyenangkan yang dulu sering mereka lakukan bersama. Itu membuat Ji Ae sangat sedih, juga sangat kesal. Rupanya menjalin hubungan dengan Dong Ho sangat jauh dari ekspetasi Ji Ae pada awalnya, dan hubungan ini semakin lama semakin tidak membuatnya bahagia.
“Cepat atau lambat aku harus mengakhiri hubungan ini..” gumam Ji Ae begitu tubuhnya menyentuh tempat tidur di kamarnya.
Ia baru merasa lelah setelah memberikan kejutan untuk teman baiknya, Ye In, di sekolah siang ini. Butuh perjuangan yang keras dalam merancang kejutan untuk gadis yang suka ngambek itu. Yah, setidaknya Ji Ae dan teman klub-nya cukup sukses membuat tanggal 27 September ini menjadi hari yang menyenangkan bagi Ye In yang sudah berumur 17 tahun sekarang. Tunggu, 27 September? Bukankah itu juga…
Ji Ae langsung bangkit dari tempat tidurnya begitu teringat sesuatu. Ia meraih ponselnya, menatap benda mati itu sambil memutar otak. Sekarang jam 4 sore, apa ini waktu yang tepat untuk memberi ucapan selamat ulang tahun kepadanya? Apa mungkin ia sedang sibuk? Tiba-tiba saja jantung Ji Ae berdegup dengan sangat kencang.
“Sial.. sunbae masih bisa membuatku seperti ini..” gerutu Ji Ae.
Orang yang Ji Ae panggil ‘sunbae’ itu adalah Lee Sung Yeol. Ia senior 2 tahun di atas Ji Ae, sekarang sudah lulus. Ia adalah cinta pertama Ji Ae setelah masuk SMA. Orangnya sangat humoris, fleksibel, tampan, dan selalu bisa membuat Ji Ae nyaman. Ji Ae dulunya tidak menaruh perhatian pada laki-laki itu, bahkan ia tidak tahu kalau Sung Yeol termasuk senior yang terkenal karena digilai banyak perempuan. Sampai suatu ketika Sung Yeol mengirim sebuah chat kepada Ji Ae. Ji Ae hanya membalas sekedarnya saja, karena tidak enak kalau tidak membalas chat dari senior. Namun lama-kelamaan percakapan mereka jadi sangat panjang. Hampir setiap hari Sung Yeol mengirim chat kepada Ji Ae. Dari pagi sampai malam. Mereka juga jadi akrab dan sering menyapa kalau berpapasan di sekolah. Seiring berjalannya waktu, Ji Ae mulai memendam rasa terhadap Sung Yeol. Ditambah lagi Sung Yeol semakin memberinya perhatian lebih, membuat Ji Ae berasumsi kalau perasaan mereka sama.
Selang 2 bulan lebih mereka dekat, Ji Ae mulai khawatir karena sikap Sung Yeol yang mulai berubah. Entah mungkin karena dia stress menghadapi ujian kelulusan atau apa, Sung Yeol jadi semakin galak dan cuek terhadapnya. Ji Ae juga takut karena menurut teman-teman seangkatannya, Sung Yeol itu tidak pernah serius kalau mendekati perempuan. Karena kesalah-pahaman itulah hubungan mereka jadi tidak seakrab yang dulu lagi. Bahkan Ji Ae belum sempat menyatakan perasaannya sampai Sung Yeol lulus.
Harusnya Ji Ae sakit hati dan berusaha untuk melupakan laki-laki itu. Namun sayang, hatinya tidak bisa melupakan Sung Yeol dengan mudah. Bahkan ia masih memiliki perasaan itu sampai sekarang..
“Hmmm… lebih baik sekarang saja aku ucapkan!” gumam Ji Ae.
Setelah mandi dan berganti pakaian, ia kembali menatap ponselnya. Tepat pukul 8 malam, dan dengan jantung yang berdegup kencang, Ji Ae mengetik beberapa kata yang akan dikirim ke Sung Yeol.
[Ji Ae: Happy Birthday, sunbae :D]
Begitu chat itu terkirim, Ji Ae langsung mondar-mandir kelimpungan. Meskipun sudah beberapa bulan tidak bertemu, tapi ia selalu saja gugup seperti ini. Bahkan hanya lewat chat saja. Beberapa menit kemudian, ponsel Ji Ae berbunyi. Ia langsung meraihnya, dan mendapati Sung Yeol membalas chatnya barusan.
[Sung Yeol: makasi, Yoo😀:) ]
Mata Ji Ae berbinar-binar. Ia sangat senang membaca balasan dari Sung Yeol itu, apalagi ia masih memanggil Ji Ae dengan panggilan pribadinya dulu. Ji Ae kembali mengetikkan chatberikutnya dengan perasaan berdebar-debar. Entah mengapa jantung Ji Ae berdegup begitu kencang begini, ia juga tiba-tiba jadi rindu dengan Sung Yeol. Belum pernah ada orang yang bisa membuat Ji Ae begini, termasuk Dong Ho. Ya, Ji Ae belum bisa menggantikan posisi Sung Yeol di lubuk hatinya dengan orang lain.
((()))
Ji Ae termenung dengan wajah murung. Ia membenci dirinya karena mengirim chat banyak-banyak ke Sung Yeol seminggu yang lalu (saking rindunya), tapi ternyata laki-laki itu tidak membalas chat terakhirnya. Ji Ae semakin suntuk karena ia sadar kalau Sung Yeol sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi dengannya. Lantas, kenapa ia juga belum bisa move on? Bahkan belakangan ini Sung Yeol juga sering muncul di mimpinya! Ji Ae merutuki dirinya sendiri kenapa berotak udang begini.
“Ji Ae!”
Ji Ae menoleh ke kanannya, mendapati Dong Ho sedang menaruh ponsel miliknya ke hadapannya dengan muka masam. Hampir lupa, saat ini ia sedang kencan dengan Dong Ho. Memikirkan Sung Yeol memang membuat Ji Ae lupa dimana ia sedang berpijak.
“Ada apa?” jawab Ji Ae malas.
“Apa maksudmu? Mengirim chat seperti itu ke Sung Yeol-sunbae seolah kau ingin berlama-lamachat dengannya?” tanya Dong Ho geram.
Ji Ae terdiam. Ia tahu kalau sekarang Dong Ho sedang marah sekali, tapi ia tidak takut. Justru ia tidak ingin berlama-lama punya urusan dengan laki-laki ini. Sebenarnya Ji Ae sudah sangat kesal dengan Dong Ho, dan hari ini Ji Ae sudah membulatkan tekadnya untuk mengakhiri semua.
“Kau mau aku jawab jujur?” tanya Ji Ae dengan nada tajam.
Dong Ho terdiam. Tanpa mempedulikan reaksi Dong Ho itu, Ji Ae kembali angkat bicara. “Ya, aku memang sengaja begitu, karena aku rindu padasunbae. Aku masih memendam perasaan padanya meskipun sudah beberapa kali kucoba untuk melupakannya.”
Terlihat dengan jelas Dong Ho seperti tercekat mendengar perkataan Ji Ae barusan. Perkataan gadis itu memang sangat menusuk. “Kau.. kau masih.. menyukainya?”
“Ya. Aku tahu aku ini bodoh, karena itulah lebih baik kita akhiri hubungan kita sampai disini.” kata Ji Ae tegas.
Mata Dong Ho membulat. “Tapi.. kita belum ada satu bulan pacaran.., kan?” suara Dong Ho terdengar bergetar, dan ia tidak bisa memandang Ji Ae. Ya, sekitar 5 hari lagi mereka akan merayakan anniversary mereka yang ke satu bulan. Tapi Ji Ae tidak ingin hal itu sampai terjadi.
“Aku tidak mau menunggu sampai kita satu bulan pacaran, karena aku sudah tidak kuat menjalin hubungan denganmu. Kau terlalu sensitif, over-protective, kaku, dan sebetulnya kau sangat jauh dari tipe idealku. Kau juga egois dan keras kepala, menyuruh Se Hun menjauhiku! Aku tidak suka, tahu! Kau terus-menerus menuntutku untuk mengubah sifat childish-ku ini, tapi kau sendiri belum membenahi sifat-sifat burukmu itu!” cerca Ji Ae panjang-lebar. Sudah lama sekali ia ingin meluapkan segala amarahnya seperti ini.
“Bukankah aku sudah bilang dari awal?! Aku memang cemburuan orangnya! Kau juga waktu itu sanggup menerima sifat paling burukku itu!” tukas Dong Ho membela diri.
“Ya, tapi aku tidak menyangka sifat-sifat burukmu itu telah membuatku kehilangan teman baikku, membohongi orang tuaku berjuta kali, kehilangan jati diriku dan kehilangan kebebasanku bergaul dengan orang lain!” bentak Ji Ae dengan mata berkaca-kaca.
“Sudahlah, kalau berdebat seperti ini terus kita tidak akan selesai karena sifat keras kepalamu itu, aku juga tidak mau membuang percuma energiku untuk beradu mulut denganmu! Yang jelas, keputusanku mutlak! Aku tidak mau melanjutkan hubungan ini!”
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Ji Ae melenggang pergi dari kelas 11-A, meninggalkan sosok Dong Ho yang masih diam terpaku sambil melihat kepergiannya. Begitu sampai di parkiran sekolah, Ji Ae menjatuhkan air matanya dengan deras. Ia tidak sedih, tapi lega karena bisa mengeluarkan semua yang telah dipendamnya selama ini. Ia merasa tubuhnya jauh lebih ringan dan tidak lagi merasa terbebani.
“Akhirnya, aku mengatakannya juga..” gumam Ji Ae lega.
((()))
Setelah Ji Ae putus dengan Dong Ho, kehidupan Ji Ae terasa lebih tentram. Ia kembali berteman baik dengan Se Hun, pergi keluar rumah tanpa ada rasa was-was lagi, dan menghabiskan waktu berharganya bersama teman-temannya. Memang beberapa hari setelah mereka putus, Dong Ho sempat mengajaknya berdebat lagi lewat SMS, tapi Ji Ae bisa mengatasi hal itu. Ia sudah menghapus kontak LINE Dong Ho, dan berjuta kali mengabaikan SMS yang Dong Ho kirimkan. Mungkin Ji Ae terkesan seperti memusuhi Dong Ho atau semacam balas dendam, tapi bukan maksudnya seperti itu. Perlu waktu yang lama bagi Ji Ae untuk memaafkan kesalahan fatal yang telah Dong Ho perbuat, karena itu ia sangat menjaga jarak dengan laki-laki itu sekarang.
Ji Ae kini mulai paham dengan alasan kedua orang tuanya mengapa mereka belum mengizinkannya untuk pacaran. ‘Kau masih muda, nak. Lebih baik cari teman sebanyak-banyaknya dulu. Kalau kau sudah punya pacar pada umur belia, apalagi pacarmu orangnya super cemburuan, kau tidak akan diberi kesempatan untuk menambah teman. Memiliki banyak teman banyak manfaatnya untuk kehidupanmu nanti, dan seiring bertambah dewasa dirimu, kau akan menemukan pasanganmu dengan sendirinya’, begitulah kata mereka. Sejak kejadian itu, Ji Ae jadi sangat berpegang teguh dengan ucapan kedua orang tuanya tersebut.
“Pacar bisa ditempatkan di nomor 3, sahabat bisa ditempatkan di nomor 2, tetapi yang paling atas akan selalu ditempati oleh keluarga.”
(((The End)))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar