Jumat, 05 Agustus 2016

Sumber: https://trishaanindya98.wordpress.com/2016/04/12/ff-meal-love-series-caramel-chocolate/


[FF] Meal & Love Series: Caramel Chocolate

IMG_8170
Author: leehyunmi (trishaanindya98)
Cast: [Twice] Yoo Jungyeon, [Seventeen] Yoon Junghan
Genre: Romance, Fluff, School Life | Length: Series/Chapter, Vignette | Rating: T
Disclaimer:
THE PLOT BELONG TO ME, CASTS BELONG TO THEIR FAMILY AND THEIR AGENCY.
WARNING: NO FANWAR! NO BASHING! NO SIDERS!
Previous:
***
Lapangan basket yang terletak di belakang gedung sekolah merupakan tempat yang menyimpan banyak kenangan bagi Jungyeon. Gadis berambut pendek itu selalu datang ke sana untuk sekedar duduk-duduk di bangku penonton pinggir lapangan. Sesekali ia datang dengan membawa kotak bekalnya juga.
Dan disinilah ia sekarang, duduk dengan senyum merekah sembari mengedarkan pandangannya ke arah lapangan basket yang masih kosong. Di pangkuannya terdapat sebuah kotak bekal berwarna ungu yang terisi penuh oleh cokelat karamel. Ya, jenis cokelat itu juga ada kaitannya dengan kenangan Jungyeon terhadap lapangan basket.
Cerita ini berawal saat Jungyeon baru memasuki tahun pertama di SMA. Kala itu rambutnya masih panjang sebahu dan berponi rata. Jungyeon sudah memiliki target yang harus ia capai saat menikmati masa di bangku SMA, yaitu: mendapat banyak teman, memiliki prestasi, dan mendapat pengalaman baru. Mungkin bertemu cinta pertama juga termasuk dalam target Jungyeon, tapi bukan yang utama.
Demi mencapai targetnya, Jungyeon langsung mendaftar ke klub tari agar bisa menyalurkan hobinya sekaligus meraih prestasi—menari adalah keahlian Jungyeon. Namun, tidak semudah yang Jungyeon bayangkan, ia malah menerima gunjingan yang hebat dari beberapa siswa begitu ia mendaftar ke klub tersebut. Entah itu teman seangkatannya ataupun senior, semua mencemooh Jungyeon. Mereka mengatai gadis itu ‘transgender’, ‘banci’, dan beberapa ejekan lainnya karena paras Jungyeon seperti anak laki-laki. Mereka juga mengatakan bahwa Jungyeon tak pantas ikut klub tari yang isinya orang-orang populer seantero sekolah.
Gunjingan-gunjingan tersebut terlalu kejam bagi murid yang baru menapakkan jejaknya di SMA, begitu pula dengan Jungyeon. Karena tidak tahan menerima cemoohan siswa-siswa itu, Jungyeon akhirnya melarikan diri ke lapangan basket sekolah yang waktu itu tidak ada orang. Ia menangis sejadi-jadinya di sana, menumpahkan semua rasa sakit hatinya karena menerima cemoohan sekejam itu di tahun pertamanya di SMA.
“Hei, pelajaran ke-5 sudah dimulai, nona!”
Teriakan itu menginterupsi kegiatan menangis Jungyeon. Ia mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk, lalu menoleh ke asal suara. Matanya membelalak ketika melihat sesosok yang berwajah cantik sedang menatapnya dengan kedua alis tertaut. Tulang pipi yang tinggi, kulit yang cerah, rambut berwarna pirang pucat sepanjang pangkal leher, semua itu tampak sempurna membingkai paras cantik orang itu. Tambahan efek angin musim semi yang mengakibatkan rambutnya berkibar-kibar dengan anggun membuat si gadis— oh! Tunggu dulu. Jungyeon salah mengira. Orang itu bukanlah perempuan, melainkan seorang laki-laki yang sedang memegang bola basket. Ia memakai seragam dengan celana sekolah, bukan rok.
“Kau murid kelas 10, kan? Berani juga kau, bolos di tahun pertama masuk SMA.” sahut laki-laki itu setengah menyindir.
Jungyeon diam saja, namun senggukan akibat tangisannya tadi terdengar seperti membalas perkataan laki-laki itu. Si laki-laki lantas memandang Jungyeon lagi. “Kau habis menangis?” tanyanya dengan nada yang berbeda dari sebelumnya, terdengar seperti iba.
Jungyeon masih diam saja. Tidak menggeleng, tidak mengangguk, atau tidak menyahut. Laki-laki itu kembali melayangkan pertanyaan kepada Jungyeon dengan pandangan yang belum terlepas dari gadis itu. “Siapa namamu?”
“Yoo Jungyeon..”
Kali ini, Jungyeon memberanikan diri untuk menjawab. Laki-laki itu tergelak, seolah nama Jungyeon adalah gurauan baginya. “Wow, nama kita mirip!” sahut laki-laki itu lagi.
“Aku Yoon Junghan, kelas 11-2. Salam kenal.”
Jungyeon tersentak sehingga ia bertemu mata dengan laki-laki itu lagi. Memang benar, nama mereka memiliki kemiripan. Berarti, dia ini seniorku?!, batin Jungyeon kaget.
“Tidak apa-apa jika kau ingin bicara secara informal padaku, aku tidak menyukai senioritas.” kata Junghan. “Jadi, apa masalah yang membuatmu sampai menangis begini? Cerita saja, mungkin aku bisa membantumu.”
Paras cantik laki-laki yang bernama Junghan itu membuat jantung Jungyeon bergemuruh. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat pintu hati gadis itu terketuk. Secara ajaib, senggukan Jungyeon berhenti seketika. Perasaan gadis itu meluap, seakan ingin mencurahkan segala rasa sakit hatinya kepada Junghan. Alhasil, Jungyeon akhirnya menceritakan tentang gunjingan-gunjingan kejam yang ia terima dari beberapa siswa di sekolah. Ia bahkan memberitahu Junghan kalau dirinya ingin batal mengikuti klub tari akibat ejekan orang-orang itu.
Setelah puas mengeluarkan semua isi hatinya, Jungyeon kembali memandang Junghan. Ia sudah tidak menangis lagi, namun matanya masih sembab. Junghan sendiri sempat menghela napas singkat begitu mendengar cerita Jungyeon, lalu ia akhirnya menoleh ke arah juniornya yang satu itu. Kedua netra mereka bertubrukan. Jungyeon dan Junghan saling bertukar pandang dalam durasi yang cukup lama. Sampai akhirnya Junghan mengeluarkan sebuah senyuman manis yang begitu hangat.
“Ternyata bukan nama kita saja yang mirip, pengalaman kita juga mirip.” ungkap Junghan yang sukses membuat Jungyeon tersentak lagi.
“Aku juga pernah mengalami hal yang serupa denganmu saat baru masuk SMA. Aku dicap sebagai orang ‘gay’, ‘banci’, ‘transgender’, atau apalah itu hanya karena wajahku terlalu cantik untuk laki-laki.”
“Memang cantik, sih.”
Jungyeon langsung memukul mulutnya yang mengeluarkan celetukkan itu. “Maafkan, aku! Aku sudah tidak sopan, maaf.. itu tidak sengaja keluar..”
Junghan hanya tertawa kecil melihat tingkah gadis itu. “Tidak apa-apa, ternyata kau lebih lucu dari yang kubayangkan.” kilahnya dengan jujur.
Jungyeon jadi gugup karena Junghan malah terkesan dengan aksi konyolnya tadi. “Ja-jadi, Junghan juga pernah mengalaminya?.”
Junghan mengangguk. “Tapi sekarang sudah tidak lagi.”
“Bagaimana caramu mengatasinya?”
“Itu mudah, jangan pedulikan omongan orang yang menjatuhkan kita, tetap fokus dengan target yang ingin kita capai, dan cari teman yang menerima kita apa adanya.”
Laki-laki itu menjawab pertanyaan Jungyeon sembari memainkan bola basket yang ia bawa. “Hasilnya, aku bisa jadi MVP yang mengantarkan tim basket sekolah kita ke kejuaraan nasional. Orang-orang yang tadinya mengejekku malah berbalik mengagumi kemampuanku sekarang.”
Sesuatu dari ucapan Junghan itu kembali membuat hati Jungyeon terketuk. Semangat gadis itu mendadak bangkit, ia teringat lagi akan target-target yang ia buat sebelum masuk SMA. Jungyeon tidak menyangka kalau Junghan memiliki pengaruh sebesar ini pada dirinya.
“Oh! Dan satu lagi,”
Junghan tiba-tiba melemparkan sebungkus cokelat karamel ke arah Jungyeon. Ia tersenyum lembut ke arah gadis itu. “Cokelat karamel bisa membuatmu lupa akan ejekan-ejekan itu. Dan menurutku, orang-orang yang mencemoohmu mungkin sebenarnya iri karena wajahmu sangat lucu dan mirip aktor Yook Sungjae.”
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, laki-laki itu langsung berlari ke lapangan basket dan melakukan slam dunk yang sempurna. Jungyeon terpana menyaksikan kemampuan hebat Junghan yang baru ia ketahui. Sambil menonton laki-laki itu bermain basket, perlahan Jungyeon membuka bungkus cokelat karamel pemberian Junghan, kemudian ia memakannya.
Sudut bibir gadis itu terangkat begitu rasa manis karamel berpadu lezatnya cokelat pecah di dalam mulutnya. Benar kata Junghan, rasa manis cokelat karamel mampu membuatnya lupa dengan semua rasa sakit hatinya terhadap ejekan-ejekan yang ia terima. Sambil menemani Junghan bermain basket di lapangan, Jungyeon menghabiskan cokelat karamelnya dengan senyum sumringah. Seketika ia lupa dengan masalahnya, bahkan ia juga melupakan kenyataan bahwa saat ini ia sedang membolos pelajaran ke-5.
“Kau ini membenci pelajaran ke-5, ya? Bolos terus!”
Teriakan itu membuat Jungyeon tersadar dari lamunannya. Ia segera menoleh ke asal suara, dan mendapati seorang laki-laki cantik tengah memandangnya dengan alis tertaut. Namun, bibirnya mengulum senyum yang selalu berhasil menghangatkan hati Jungyeon.
“Aku menunggumu,” jawab Jungyeon sambil membalas senyumannya.
Gadis itu langsung berlari menghampiri si laki-laki. Jungyeon juga lantas memberikannya kotak bekal ungu miliknya. “Congratulation, Yoon Junghan! Kau membuat tim basket sekolah kita menang lagi!” seru Jungyeon dengan nada gembira.
Junghan tampak senang menerima hadiah itu dari Jungyeon. Ia terkekeh sembari mengacak pelan rambut Jungyeon. “Terima kasih, sayang.” ucap Junghan.
Sejenak matanya meneliti gaya rambut Jungyeon yang sekarang sangat pendek. “Kau potong rambut?” tanya Junghan.
“Ya, kegiatan klub tari semakin melelahkan karena sebentar lagi kita akan mengikuti festival nasional, aku perlu potong rambut agar tidak terlalu gerah. Bagaimana menurutmu?”
“Cocok, kok. Kau tambah lucu dan semakin tampan.”
“Hei!”
Junghan tertawa geli saat menerima pukulan ringan Jungyeon di lengannya. Ia mengamati hadiah pemberian Jungyeon lagi, lalu membuka kotak bekal itu dengan tidak sabaran. Begitu ia melihat isinya, Junghan seakan terpana.
“Cokelat karamel?”
“Yap, aku membuatnya sendiri.” kata Jungyeon bangga. “Belakangan ini aku sering belajar memasak dengan Nayeon-sunbae, hehe..”
“Nayeon?”
“Ya, Im Nayeon. Seniorku di klub tari yang paling pintar memasak. Calon istri temanmu itu, Choi Seungcheol.”
“Oh, si Nayeon, hahaha..” Junghan tertawa geli mendengarnya. “Kerja yang bagus, Yoo Jungyeon!”
Ia segera mencicipi cokelat karamel buatan Jungyeon, dan Junghan tampak menyukainya. “Enak, terlalu enak untuk seorang pemula.” puji Junghan.
“Kau terlalu memuji, ih! Hahaha.”
“Ini seriusan enak! Terima kasih, ya!”
“Tidak, aku yang harusnya berterima kasih.”
Junghan terdiam. Ia berhenti mengunyah cokelat karamel di mulutnya begitu mendengar celetukan Jungyeon barusan. Kedua mata mereka saling berpandangan. Cukup lama mereka seperti itu, hingga akhirnya Jungyeon tersenyum merekah ke arah Junghan.
“Terima kasih banyak, Junghan. Kau sudah menjadi cinta pertamaku dan menjadi malaikatku.” ucap Jungyeon sambil menggelut lengan laki-lakinya. “Kau memang malaikat paling cantik sepanjang sejarah!”
Awalnya Junghan tercengang mendengar ucapan Jungyeon tadi, namun detik berikutnya, ia tertawa. Tangannya menarik tangan Jungyeon dan langsung memeluk erat gadis itu.
“Aku tidak tahu barusan kau memujiku atau malah menghinaku,” sahut Junghan disela-sela tawanya. “Tapi, terima kasih juga, Yoo Jungyeon. Kau bersedia menjadi pacarku sampai sekarang.”
Jungyeon ikut tertawa, lalu membalas pelukan Junghan tak kalah eratnya. Mereka menikmati romansa tersebut di tengah lapangan basket yang tidak ada orang selain mereka berdua. Baik Junghan maupun Jungyeon, mereka sama-sama terhanyut dalam ingatan pertemuan pertama mereka setahun yang lalu, di tempat yang sama. Mereka tak mau ambil pusing dengan hukuman yang akan disiapkan oleh guru BK karena mereka membolos di pelajaran ke-5 lagi.
Lapangan basket, cokelat karamel, dan jam pelajaran ke-5. Merupakan perpaduan sempurna bagi mereka untuk bisa berduaan sebagai sepasang kekasih.
-The End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar