[FF] Girls Problem
Genre : Oneshoot, School Life, Romance
Cast :
- Jeon Han Ji
- Moon Jong Up (B.A.P)
- Kim Joon Myeon / Suho (EXO-K)
Short Message
Hwaahhh!! akhirnya ke-post jg ff ini (_ _”)
Sebenernya ff ini terinspirasi dari ‘trend’ anak cewek di kelas 10 author yg dulu *author udh kls 11 skrng* dan ‘trend’ ini sedang author ikutin, karena ada ‘something’ yg bertambah dlm diri author :’) penasaran ‘trend’ apa itu? Check this out!
WARNING: This fanfic pure from my crazy imagination, do not bash and plagiarism!
—————————————————————————————————————-
Han Ji melangkahkan kakinya ke kantin sekolah. Sedaritadi perutnya bergemuruh, membuatnya tak bisa konsentrasi di kelas. Ia tidak punya pilihan lain selain bolos di jam pelajaran ke-6, demi mengisi perutnya yang keroncongan itu.
“Ugh.. kenapa aku lapar begini, ya? Padahal jam istirahat tadi sudah makan!” gumamnya heran. Belakangan ini nafsu makannya sangat besar, entah apa yang membuatnya begitu.
“Ah, sudahlah!”
Han Ji tak mau memikirkannya berlarut-larut. Gadis itu langsung memesan 3 sandwich daging asap, 2 mangkuk ramyeon porsi normal dan 2 botol air mineral ketika sampai di kantin sekolah.
Sambil menunggu pesanannya jadi, Han Ji memilih tempat duduk yang letaknya paling ujung. Ia mengedarkan pandangannya, mendapati kantin begitu sepi karena tidak ada pengunjung. Wajar saja, ini kan masih jam pelajaran berlangsung.
“Han Ji!”
Tiba-tiba Han Ji dikejutkan oleh suara seseorang yang menyapanya. Ia menoleh ke arah sumber suara tersebut dan mendapati Jong Up, sahabatnya dari SD, sedang berlari kecil menghampirinya.
“Kenapa sendirian di kantin?” tanya laki-laki itu sambil mengambil tempat duduk di sebelah Han Ji.
“Aku bolos, konsentrasiku terganggu gara-gara aku kelaparan.” jawab Han Ji enteng.
Tak lama kemudian, pesanan Han Ji pun akhirnya datang. Jong Up membelalakan matanya saat melihat makanan-makanan yang kini berada di hadapan gadis itu. “Hei, Han Ji! Kau serius mau makan itu semua!?” tanya Jong Up kaget.
Han Ji mengangkat bahu. “Memangnya kenapa? Aku lapar, jadi sah-sah saja memesan makanan sebanyak ini!” jawabnya membela diri. Ia pun mulai melahap makanannya dengan senang hati.
“Aissh, jangan terlalu banyak makan! Nanti jadi gemuk, loh!”
“Masa bodoh!”
Han Ji mencibir omongan Jong Up itu sambil tetap memakan makanannya dengan lahap. Porsi makan kesehariannya sangat banyak, namun Han Ji tidak begitu mengkhawatirkannya karena terakhir ia timbang, berat badannya hanya 45 kg. Sangat ideal untuk perempuan.
Sesaat ia memperhatikan Jong Up yang ternyata tidak sedang memakai seragam sekolah. Laki-laki itu hanya mengenakan setelan training, serta wajah dan lehernya berkeringat banyak. “Hei.. kau habis darimana?”
Jong Up terkekeh pelan melihat Han Ji bertanya demikian dengan mulut penuh makanan. “Hari ini aku dapat dispensasi, pelatih menyuruhku berlatih lebih keras lagi karena bulan depan akan ada kompetisi dance tingkat provinsi, dan aku harus mengikutinya.” ujar Jong Up.
“Oh.. bagus, bagus..” komentar gadis itu. “Kau sudah makan?”
Jong Up menggeleng. Han Ji pun menghentikan makannya dan berdecak sinis. “Dasar bodoh! Nih, makan sandwich-ku dulu!”
Dengan cepat, Han Ji menyodorkan sebotol air mineral dan satu sandwich-nya ke arah Jong Up. Ia kembali melanjutkan makannya.
Dengan cepat, Han Ji menyodorkan sebotol air mineral dan satu sandwich-nya ke arah Jong Up. Ia kembali melanjutkan makannya.
“Jangan lupakan kesehatan! Latihanmu akan sia-sia kalau pada akhirnya kau jatuh sakit!” dengus Han Ji ditengah-tengah makannya.
Jong Up tersenyum sumringah ke arah gadis itu. Meski pun bersikap dingin, tapi Han Ji selalu peduli terhadapnya. “Terima kasih.” ucap Jong Up sebelum melahap sandwich pemberian dari Han Ji. Mereka pun kembali berbincang-bincang sambil menghabiskan makanan masing-masing.
*****
“Hoahmm…”
Han Ji mengerang rendah ketika alarmnya berbunyi dengan nyaring. Segera saja ia melompat dari tempat tidurnya dan pergi ke tempat jemuran untuk mengambil handuk.
“Kau sudah bangun?” sapa seseorang ketika Han Ji melewati ruang makannya.
Ia menoleh sebentar, lalu terkejut. “Jong Up!?! Sejak kapan kau di rumahku!?!” pekik Han Ji dengan suara nyaring. Sebenarnya ini bukan kali pertama laki-laki itu berkunjung ke rumah Han Ji, sebab rumah mereka bersebelahan dan orang tua mereka berteman akrab.
“Orang tua kita pergi ke Busan dari 2 jam yang lalu, jadi ibumu memintaku untuk mengantar sarapan untukmu. Katanya dia tak sempat membuatkanmu sarapan.” jelas Jong Up sembari melirik tas plastik besar berisi roti isi dengan topping yang berbeda-beda.
“Ohhh..”
Han Ji langsung mengaduk-aduk isi tas plastik itu dan mengambil 3 jenis roti isi. “Jangan lupa buatkan aku susu!” perintah Han Ji yang kemudian mengambil handuknya di tempat jemuran.
“Siap, kapten!” canda Jong Up yang kini mulai sibuk membuatkan Han Ji susu di dapur.
Han Ji mengunyah pelan roti isi yang diambilnya sembari membawa handuk menuju kamar. Ia sempat berhenti sebentar di depan meja riasnya untuk bercermin.
“Hei.. kenapa pipiku tambah bulat, ya?” gumamnya ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Pipi Han Ji memang terlihat lebih tembam dari biasanya.
Namun dengan cepat ia tidak lagi menggubrisnya. “Hah! Paling berat badanku Cuma naik 2 kg!” pikir Han Ji cepat dan lekas mandi, karena sebentar lagi pelajaran pertama akan dimulai.
*****
Han Ji terlihat gelisah selama mengikuti pelajaran di kelas. Sudah ratusan kali ia mengganti gaya duduknya selang beberapa menit, namun ia tetap merasa tidak nyaman.
“Aissh!!” dengus Han Ji kesal.
“Kenapa? Daritadi dudukmu berubah-ubah terus!” ujar salah satu teman sekelas Han Ji yang memperhatikan keanehan gadis itu.
“Entahlah.. aku merasa sesak di bagian perutku, apa mungkin karena terlalu banyak makan akhir-akhir ini?” ujar Han Ji sambil mengkerutkan keningnya.
“Bisa jadi. Eh, hari ini Yeon Hee ulang tahun! Kita akan ditraktir satu kelas!”
“Yang benar? Ah, paling dia mentraktir kita es krim eceran saja!”
“Eh, kali ini dia tidak pelit! Kita semua akan ditraktir makan sepuasnya di restoran BBQ, dia juga mentraktir kita bubble tea, macaron, coklat, dan snack enak lainnya!”
Han Ji membelalakan matanya ketika mendengar pernyataan temannya itu. Kedengarannya menggiurkan! Selain bisa menghemat uang jajannya hari ini, ia juga sedang doyan denganbubble tea.
“Oke! Aku ikut!” sahut Han Ji mantap.
“Sip! Berarti kau sudah siap untuk makan banyak sampai larut malam!”
*****
Suara khas free call terdengar dari ponsel Han Ji, membuat gadis itu terusik dari tidur nyenyaknya. “Errr… oke, oke, aku bangun!..” racaunya dengan mata setengah tertutup. Kedua tangannya meraba-raba seluruh permukaan nakas—yang ada di samping tempat tidurnya— sampai mendapatkan ponselnya.
“Ada apa?!” sahut Han Ji setelah mengangkat free call tersebut.
“Kau dimana? Kelas akan dimulai sebentar lagi!”ujar Jong Up dari seberang.
Han Ji melirik ke arah alarmnya, jam menunjukkan pukul 06.45. Sontak matanya membulat. “Astaga!! Aku telat bangun!!” pekiknya histeris, ia langsung bangkit dari tempat tidurnya. “Ini pasti karena kemarin aku ditraktir sampai malam sama Yeon Hee!!”
“Cepat siap-siap!!”
“Iya iya..”
Han Ji mengakhiri free call tersebut dan langsung mengambil handuknya. Ia hanya mandi dalam waktu 6 menit, setelah itu mengubrak-abrik lemarinya untuk mengambil seragam.
“Sial! Hari ini ada tes penting lagi!!” rutuk Han Ji pada dirinya sendiri. Setelah meraih seragamnya, ia segera mengenakan seragam itu dengan terburu-buru. Tapi kegiatannya terhambat ketika kemeja seragamnya ternyata tidak bisa dikancingkan.
“Aissh! Kenapa seragamku tidak bisa dikancing!!??” Han Ji semakin kesal dan tetap mengancingkan seragamnya secara paksa.
Tak lama kemudian, usahanya terhenti. Terdengar suara sobekan yang keras, dan suara itu berasal dari jahitan bagian pinggang seragamnya. Singkat kata, seragamnya sobek. Raut wajah Han Ji langsung pucat.
Tak lama kemudian, usahanya terhenti. Terdengar suara sobekan yang keras, dan suara itu berasal dari jahitan bagian pinggang seragamnya. Singkat kata, seragamnya sobek. Raut wajah Han Ji langsung pucat.
“Tidak mungkin!!!..” seru Han Ji panik.
Ia langsung berlari ke timbangan rumahnya walau masih mengenakan seragamnya yang sobek. Dengan firasat buruk, Han Ji menimbang badannya. Jarum timbangan menunjukan angka 59.
“Tidakk…!” wajah Han Ji semakin pucat melihat jarum timbangan tersebut. Dan seketika ia menyadari hal buruk sedang menimpa dirinya.
“Aissh, jangan terlalu banyak makan! Nanti jadi gemuk, loh!”
“Tidakkk!!! Aku tidak mau jadi gemuk!!!!!!!” tiba-tiba suara teriakan itu menggema dari rumah Han Ji.
*****
“Ahjuma, hari ini Han Ji tidak sekolah. Apa dia sedang sakit?”
Jong Up bertanya demikian ketika bertamu di rumah Han Ji sepulang sekolah. Ia enggan mengganti seragamnya terlebih dahulu karena sangat khawatir dengan keadaan Han Ji.
“Entahlah,” Ibu Han Ji langsung memasang mimik gelisah. “Tadi pagi dia sempat berteriak histeris, entah karena apa. Begitu aku naik ke lantai dua, dia sudah mengurung diri di kamarnya dan diam saja ketika ditanya apa yang terjadi padanya.”
Jong Up menelan ludah setelah mendengar cerita tadi. Pasti ada yang tidak beres dengan temannya yang satu itu. “Kalau begitu, biar aku yang mengajaknya bicara!” kata Jong Up mantap.
“Terima kasih, Jong Up. Aku takut sekali jika terjadi sesuatu pada Han Ji..”
“Ahjuma tenang dulu, aku akan segera kembali.”
Jong Up kemudian naik ke lantai atas dan mengetuk pintu kamar Han Ji beberapa kali. “Han Ji! Buka pintunya, ini aku!!” serunya dari luar kamar.
Tapi tak ada jawaban dari dalam. Jong Up semakin mengeraskan ketukannya walaupun tidak membuahkan hasil juga. Karena putus asa, tangannya refleks memutar knop pintu kamar Han Ji, dan membuat kamar gadis itu langsung terbuka lebar.
“Bodoh! Kenapa aku tidak membukanya daritadi!?!” rutuk Jong Up pada dirinya.
Tidak pikir panjang lagi, Jong Up langsung memasuki kamar Han Ji tanpa meminta izin. Ia mendapati sosok Han Ji tengah duduk memunggunginya di lantai. “Hei, Han Ji! Apa kau sakit? Kenapa hari ini tidak sekolah? test akhir tadi sangat sulit, lho!” ujar Jong Up panik. Ia berlari ke samping Han Ji, dan langsung dikejutkan oleh mata Han Ji yang berwarna merah dan membengkak.
“Demi Tuhan! Apa yang terjadi padamu!?!”
Han Ji merengek. Ia berhambur memeluk Jong Up dan kembali menangis. “Jong Up… bagaimana ini….”
“Bagaimana apa? Apa yang sedang terjadi!?” tanya Jong Up semakin panik.
“Aku… aku jadi gemuk!!!!!…”
*****
Han Ji duduk bersebelahan dengan Jong Up di atas tempat tidurnya. Jong Up menghela nafas berulang kali, dan Han Ji mulai meredakan tangisnya. Laki-laki itu sibuk mencerna apa yang barusan Han Ji ceritakan.
“Jadi, kau tidak mengikuti test akhir semester hanya karena masalah kecil itu?” gumam Jong Up.
“Bukan! Ini masalah besar bagiku!!” bantah Han Ji yang masih terisak.
Ditengah-tengah pikirannya, tiba-tiba Jong Up teringat suatu hal penting yang ia lupakan. “Ah! Hampir saja lupa!” Cepat-cepat ia merongoh ranselnya dan mengeluarkan sebuah amplop mewah berwarna biru.
“Tadi Suho-sunbae membagikan ini ke semua kelas. Ia mengundang satu sekolah untuk datang ke pesta ulang tahunnya 2 minggu lagi,” ucap Jong Up sambil memberikan surat undangan itu kepada Han Ji.
Han Ji terenyak. Matanya membulat, mulutnya terbuka lebar, dan tangannya tiba-tiba gemetaran menerima surat undangan tersebut. “Gawat!” batinnya.
Tentu saja ini situasi darurat bagi Han Ji. Kim Joon Myeon, atau yang akrab disapa Suho itu adalah senior di sekolahnya yang sudah lama ia taksir. Sekitar 2 minggu lagi laki-laki itu akan mengadakan pesta ulang tahunnya, tidak mungkin Han Ji bisa tebal muka menghadirinya disaat berat badannya naik begini.
“Bagaimana ini, Jong Up!?! Aku tidak mungkin datang ke pesta Suho-sunbae dalam keadaan gemuk begini!! Akkh!!” Han Ji mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.
Jong Up menaruh satu telunjuknya di kening, berpikir sejenak untuk mencari jalan keluar masalah Han Ji. Beberapa menit kemudian, ia mendapat sebuah ide yang cemerlang. “Bagaimana kalau kau diet saja?” usul Jong Up antusias.
Han Ji memandang Jong Up dengan alis tertaut. “Apa? Diet??”
“Ya! Keluargaku punya beberapa alat fitness yang cocok untuk membakar lemak, dan aku punya metode khusus untuk menurunkan berat badan dalam waktu singkat. Bagaimana kalau kau mencobanya? Toh, mulai besok kita sudah liburan musim panas!”
Han Ji menimang-nimang usul dari Jong Up itu. Memang mustahil ia bisa menurunkan berat badannya dalam waktu 2 minggu, tapi tak ada salahnya untuk mencoba, kan?
“Baiklah.. akan kucoba..” ucap Han Ji pada akhirnya.
“Oke! Besok, pagi-pagi sekali kau datang ke rumahku!”
*****
Esoknya, Han Ji menepati janji yang ia buat dengan Jong Up. Ia tiba di rumah laki-laki itu pukul 6 pagi, dan Jong Up sudah menunggunya di depan rumah. “Akhirnya kau datang!” ujar Jong Up sembari tersenyum sumringah.
“Diet macam apa yang harus aku lakukan??” tanya Han Ji to the point. Ia terlihat lucu di mata Jong Up dengan setelan training warna merah jambunya.
“Kau akan tahu,” Jong Up kemudian bangkit dari kursi terasnya.
“Ayo, kita ke ruang olahragaku!”
Jong Up mengajak Han Ji ke ruang olahraga keluarganya. Ruangan itu terlihat seperti tempat latihan dance, namun di sudut ruangannya terdapat berbagai peralatan fitness. Han Ji sedikit terpukau melihatnya. “Jadi, semua anggota keluargamu latihan beginian?”
“Tidak juga, ayah dan ibuku lebih sering jogging di taman. Jadi tempat ini hanya aku dan kakakku yang menggunakannya.” kata Jong Up sambil mengeluarkan meteran pengukur dari keranjang di samping peralatan fitness-nya. “Baik, aku ukur badanmu dulu!”
Han Ji melepas baju training-nya, menyisakan celana pendek dan baju kaos di badannya. Jong Up mula-mula mengukur kedua lengan Han Ji, lalu pinggangnya, dan yang terakhir kedua pahanya. Setelah mencatat semua ukuran itu, Jong Up menganjurkan Han Ji untuk menimbang berat badannya lagi sekaligus mengukur tinggi badannya. Tak lupa, Jong Up juga mencatat tinggi serta berat badan Han Ji.
“Hmmm.. kau memang tambah gemuk, Han Ji..” sahut Jong Up disertai helaan nafas. “Ukuran paha, lengan, dan pinggangmu jauh dari kata ideal. Dan beratmu terlalu besar untuk tinggimu yang hanya 160 cm itu.”
Pipi Han Ji merona seketika. Ia sangat malu mendengar pertambahan ukuran badannya yang tidak ideal. “Apa sebelumnya kau tidak merasa beratmu bertambah?” tanya Jong Up heran.
“Aku.. aku hanya merasa nafsu makanku bertambah dari yang waktu SMP dulu. Kupikir badanku tidak tambah gemuk karena terakhir aku timbang, beratku masih 45 kg..”
“Kapan terakhir kau menimbang berat?”
“Se.. sekitar.. setahun yang lalu, saat masih kelas 3 SMP..”
“Pantas!” decak Jong Up. “Menurut informasi yang kudapat dari internet, biasanya perempuan beresiko mengalami kegemukan saat memasuki usia 16 tahun. Atau lebih tepatnya saat menginjak masa SMA. Itu karena pertumbuhan hormon mereka naik begitu pesat daripada saat masih SMP. Jadi mereka perlu mengontrol pola makan.”
Han Ji menundukkan kepalanya dalam-dalam. Berarti selama ini ia salah dalam pola makannya. “Jadi, aku harus bagaimana?..” tanyanya putus asa.
“Aku sudah membuat jadwal dietmu,” Jong Up mengeluarkan secarik kertas dari saku celananya. “Diet yang harus kau lakukan adalah ‘diet pisang’. Diet ini dilakukan dengan mengganti sarapanmu dengan 2 buah pisang, mengganti camilan siangmu dengan 1½ pisang, olahraga minimal 45 menit dalam sehari, serta memperbanyak protein dan serat dalam makan siang dan malammu.”
“Eh?!” Han Ji tercengang hebat mendengar tipe diet yang harus ia lakukan. “Itu sulit sekali!!”
“Kau mau langsing atau tidak?! Makanya harus punya tekad! Dengan begitu, diet ini tak akan terasa sulit bagimu!”
Han Ji terdiam, ada benarnya kata-kata Jong Up barusan. Ia harus bertekad kuat demi membuat tubuhnya kembali ideal, dengan itu ia bisa menghadiri pesta ulang tahun Suho dengan percaya diri.
“Mmmm.. iya, aku bertekad untuk jadi langsing!!!”
Jong Up tertawa geli melihat perubahan Han Ji yang terjadi dalam sekejap mata itu. “Baiklah kalau begitu, kita mulai dari hari ini!!”
*****
“Jong Up… aku tidak kuat lagi, nih!!..”
“Aishh! Kau baru 5 kali melakukan squat! Ayo lanjutkan!”
“Tapi—”
“Kalau kau mau langsing, kau harus lanjutkan!”
“Huh… baiklah..”
>>>>>>
“Jong Up… aku mau kue itu…”
“Kau baru saja selesai makan siang, Han Ji!”
“Err… itu tidak pantas disebut makan siang! Masa porsinya sedikit begitu!?! Aku masih lapar, nih!”
“Ingat program dietmu! Kau hanya boleh makan dengan porsi segitu, dan kau tidak boleh ngemil!”
“Hufft… iyaa, iyaa! Padahal aku lapar sekali..”
>>>>>>
“Jong Up…”
“Apa lagi?”
“Porsi makan malamku kurang nih, boleh aku tambah?”
“Han Ji, kau sedang diet! Tidak boleh menambah porsi, atau selamanya kau tidak akan langsing!”
“Tidak! Tidak! Tidak mau! Baiklah, kutarik kata-kataku tadi!”
>>>>>>
“Kumohon, hari ini jangan pisang lagi!..”
“Kau ini bicara apa? Sarapanmu harus 2 buah pisang! Tidak boleh yang lain!”
“Tapi.. lama-lama aku mual lihat pisang!…”
“Jangan banyak alasan, ayo cepat makan!”
>>>>>>
6 hari setelah menjalani ‘diet pisang’, Han Ji mulai terbiasa dengan pola makannya yang berubah drastis. Setiap pagi, ia menghabiskan waktu 45 menit untuk melakukan: treadmill; push up, sit up, dan squat 50x; serta jogging. Han Ji hanya memakan 2 buah pisang dengan segelas susu rendah lemak saat sarapan, ½ mangkuk nasi dengan sepiring selada dan daging saat makan siang, serta salad dada ayam saat makan malam. Jika ia ingin ngemil, yang boleh dimakan hanya 1½ pisang.
“Fuwahhh!” lenguh Han Ji riang ketika menyelesaikan putaran terakhir joggingnya. Ia segera duduk di bangku taman tempat Jong Up menunggunya.
“Air! Aku butuh air!!” pintanya sembari meluruskan kedua kakinya yang kelelahan.
Sambil tertawa kecil, Jong Up memberikan Han Ji sebotol air mineral ukuran 1500 ml. “Sepertinya kau sudah terbiasa dengan jadwal dietmu!” ujar Jong Up dengan nada mengejek.
Han Ji tak menggubris omongan laki-laki itu. Langsung saja ia meneguk air mineral tersebut sampai tersisa setengah botol. Ia teringat kembali hari pertama ia menjalani program diet buatan Jong Up, dimana seluruh badannya pegal-pegal dan sakit karena belum terbiasa dengan jadwal dietnya.
Tanpa ia sadari, Jong Up tengah memperhatikannya dalam diam. Kedua mata laki-laki itu begitu lamat memandang wajah Han Ji. “Eh? Hei, Jong Up! Kenapa menatapku seperti itu!?” seru Han Ji begitu menyadari Jong Up memandangnya terus.
Malu karena tertangkap basah, Jong Up hanya bisa tersenyum sambil menggaruk tengkuknya—kebiasaannya. “Tidak.. aku baru sadar kalau kau lumayan cantik juga..” ungkapnya tersipu-sipu.
“Ah, kau ini! Mana mungkin badan gemuk begini cantik! Kau jangan meledekku terus, dong!”
“Tapi, aku serius—”
“Sudahlah, ayo kita pulang!”
Han Ji bergegas bangkit dan berjalan mendahului Jong Up. Ia sangat malas menanggapi ejekan sahabatnya yang satu itu, terkadang menyakitkan. “Oiii! Han Ji, tunggu aku!!” panggil Jong Up dari belakang, namun Han Ji malah semakin mempercepat langkahnya.
Jong Up menyusul langkah gadis itu dan akhirnya berhasil menyamai. “Hei.. Jangan ngambek, dong! Iya aku minta maaf, aku tidak akan mengejekmu lagi!” ucap Jong Up memohon.
“Ya sudah, kumaafkan!” balas Han Ji sambil membuang muka. Ia memang tidak bisa berantem lama-lama dengan Jong Up.
“Nah, begitu kan lebih baik! Oh’ya, bagaimana kalau besok kita nonton bareng di rumahku? Jae Min baru beli DVD baru lho!”
“Boleh juga. Baiklah, aku nonton dulu di rumahmu.”
*****
Esoknya, Han Ji langsung ke rumah Jong Up setelah menyelesaikan olahraga paginya. Begitu sampai di rumah laki-laki itu, ia melihat sosok Jong Up sedang memilih-milih DVD di ruang tengah. Rumah Jong Up tampak sepi sekali, tidak ada siapapun kecuali mereka berdua.
“Hei!” sapa Han Ji.
Jong Up berbalik, memandang Han Ji sambil tersenyum tipis. “Oh! kau sudah datang!”
“Yang lain kemana? Kenapa rumahmu sesunyi ini?” tanya Han Ji dengan mata menelaah sekitarnya.
“Kau seperti baru mengenalku saja,” ujar Jong Up sambil meringis. “Ayah dan ibu masih di Amerika menghadiri rapat perusahaan, Jae Min dan pacarnya sudah pergi berkencan dari sejam yang lalu.”
Han Ji menggaruk pelan kepalanya. Selama ini keluarga Jong Up memang sangat jarang ia lihat lengkap di rumah, mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. “Oke, jadi.. film apa yang akan kita tonton?” tanya Han Ji mencoba mencairkan suasana kembali.
“Ehm.. sebentar, seingatku film yang baru Jae Min beli itu film Thailand..” gumam Jong Up sembari mengecek lagi lemari DVD-nya.
“Ah! Ketemu!”
Dengan gerak cepat, Jong Up meraih sebuah DVD dari lemari. DVD itu tampak masih baru, dan di sampul depannya tertulis judul dengan huruf Pallawa (huruf yang dipakai negara Thailand) yang disertai terjemahan bahasa Inggris ‘A Little Thing Called Love’. Han Ji sedikit terkejut, ia kira Jong Up akan mengajaknya nonton film action —genre film kesukaan laki-laki itu—, tapi tebakannya kali ini meleset.
“Tumben bukan film action!” celetuk Han Ji.
“Eisshh! Dasar, kukira Jae Min merekomendasi film action Thailand untuk kita, ternyata film feminim begini!” sesal Jong Up. “Karena sudah terlanjur, tonton sajalah!”
Mereka akhirnya menonton film itu juga. Film tersebut menceritakan tentang seorang gadis remaja yang buruk rupa, menyukai seniornya yang sangat tampan dan populer di sekolah. Teman-teman gadis itu berpikir kalau ia tidak mungkin bisa mendapatkan hati si senior, tentu karena perbedaan fisik mereka. Namun sang gadis tidak menyerah, ia berusaha mengubah dirinya agar menjadi lebih baik untuk mengambil perhatian senior yang ia sukai. Berbekal buku aneh yang ia dapatkan, gadis itu mengikuti semua petunjuk dari buku tersebut hingga akhirnya ia berhasil mengubah dirinya yang semula buruk rupa, kini menjadi sangat cantik. Akan tetapi, masalah malah semakin sering datang ketika ia sudah menjadi cantik. Beberapa kali gadis itu dihadapi oleh pilihan yang rumit, hingga ia mengalami patah hati yang luar biasa. Di bagian epilognya, gadis itu tetap menyukai si senior walau pun mereka berpisah selama 9 tahun. Dan akhirnya perasaan suka gadis itu disambut baik oleh seniornya. Laki-laki itu ternyata juga menyukai sang gadis, jauh sebelum ia mengubah dirinya menjadi cantik.
“Aisshhhh… film yang keren…” gumam Han Ji setelah film itu berakhir. Ia belum berhenti menangis dan terus menghabiskan tisu kotak milik Jong Up, saking terharunya.
“Kelihatannya film ini memang untuk didedikasikan perempuan, sama sekali tidak menarik perhatianku!” komentar Jong Up.
Han Ji langsung memukul lengan Jong Up. “Dasar bodoh! Film ini sangat bagus, tahu!” protesnya emosi.
“Ish! Selera film kita memang beda, kan!? Kenapa kau menyalahkanku!?” Jong Up meringis kesakitan, namun beberapa saat kemudian laki-laki itu tertawa pelan. “Tapi pesan film ini sangat bagus. Kita sudah seharusnya mencintai seseorang yang mencintai kita dengan tulus, menerima kita apa adanya, dan bukan tipe orang yang menilai fisik saja.”
Han Ji terdiam. Selama menonton, ia hanya terbawa adegan-adegan dalam film, kisah cinta tokoh utama, dan wajah tampan pemeran si senior itu. Tetapi ia tidak menangkap amanat pokok dari film barusan. “Seseorang… yang mencintai dengan tulus?..”
“Yap!” Jong Up mengacak pelan rambut Han Ji, merasa gemas dengan ekspressi gadis itu saat mencerna kata-katanya. “Kau juga harus begitu, Jeon Han Ji!”
Han Ji mengangguk mengerti. Tapi lama-lama ia tidak tahan dengan kelakuan Jong Up. “Hei! Hentikan tanganmu!!” seru Han Ji sambil menepis tangan Jong Up dari rambutnya.
“Hahahaha! Rambutmu jadi mirip jamur! Hahahaha!”
“Berisik!”
*****
“Han Ji!”
Jong Up tiba-tiba memanggil Han Ji yang sedang minum yoghurt di ruang olahraganya. “Ada apa?” tanya Han Ji bingung.
“Ini sudah hari ke-10 kau menjalani diet, aku ingin memastikan dulu perkembangannya!” kata Jong Up, tangan kanannya memegang satu meteran pengukur. Han Ji langsung tahu apa yang akan laki-laki itu lakukan, mengukur badannya lagi.
“Oke,”
Jong Up kemudian mengukur kedua lengan, pinggang, dan kedua paha Han Ji dengan hati-hati. Terkadang wajah Jong Up sangat dekat ketika mengukur badan Han Ji, membuat gadis itu sesekali memperhatikan wajahnya. Kalau dilihat baik-baik, Jong Up tidaklah jelek. Justru kebalikannya, ia cukup tampan. Selama ini Han Ji tidak sadar kalau wajah sahabatnya itu tak kalah tampan dengan idola-idola pria papan atas.
“Pantas saja teman sekelasku banyak yang mengincarnya,” gumam Han Ji dalam hati, matanya cukup lama menatap laki-laki itu dan terkagum-kagum secara astral.
“Hebat, Han Ji! Sedikit lagi kau akan mencapai target!” Jong Up berteriak spontan ketika membandingkan hasil pengukuran tadi dengan yang sebelumnya.
Sontak, Han Ji tersadar dari lamunannya. “Eh!? Apa!!?” sahut Han Ji kaget, seolah takut Jong Up tahu kalau daritadi ia menatap laki-laki itu tanpa kedip.
“Dengan begini kau bisa hadir ke acara ulang tahun Suho-sunbae, Han Ji! Ayo, semangat!!”
Tak lama kemudian, terdengar suara telepon rumah Jong Up berdering keras dari luar ruangan. “Oh, ada telepon! Aku angkat dulu, ya!” sahut Jong Up sambil berlari tergesa-gesa keluar.
Setelah ia pergi dari ruang olahraganya, kedua kaki Han Ji lemas. Ia tersungkur ke lantai dengan perasaan aneh yang mulai memasuki tubuhnya, entah apa itu. “Apa ini..? Kenapa aku melakukan itu tadi..?” batin Han Ji resah.
*****
Semenjak hari itu, Han Ji terlihat lebih canggung ketika bersama dengan Jong Up. Terkadang jantungnya berdebar, dan sikapnya tiba-tiba menjadi tidak wajar. Han Ji sangat membenci keanehan dirinya sekarang, tapi di sisi lain, ia semakin nyaman bila berada di dekat Jong Up.
“Jong Up, aku sudah selesai olahraga! Aku mau pu—”
Han Ji tak melihat sosok Jong Up ketika memasuki kamar laki-laki itu. “Lho? Mana Jong Up?” gumamnya sembari melihat sekitar. Inginnya sebelum pulang ke rumah Han Ji pamitan dulu dengan Jong Up, karena hanya laki-laki itu orang rumah yang ada.
“Apa dia lagi mandi?” Tak lama kemudian, ia mendengar suara guyuran air di kamar mandi, menjawab semua pertanyaan yang ada di benaknya.
Iseng, Han Ji melihat-lihat sebentar kamar Jong Up. Sudah lama mereka tidak main bersama di kamar masing-masing, dan perubahan pun sangat dirasakan oleh Han Ji. Kamar Jong Up yang sekarang lebih leluasa karena mainan mobil-mobilannya sudah tidak ada lagi disana, dan kini kamarnya sudah lebih rapi daripada saat terakhir Han Ji bermain, sekitar 10 tahun yang lalu.
Tiba-tiba perhatian Han Ji jatuh pada lemari buku yang terletak sudut ruangan. Gadis itu mendekati lemari tersebut, lalu matanya menangkap sebuah buku kecil berwarna hijau neon. “Aisssh! Buku apa itu!? warnanya mencolok sekali!” seru Han Ji pelan, satu tangannya meraih buku hijau neon itu.
Tanpa berpikir panjang, Han Ji langsung membuka buku itu dan membaca isinya. Ternyata buku norak itu adalah buku harian Jong Up. “Orang seperti dia ternyata suka menulis buku harian? Pffft! Menarik!” ujar Han Ji sambil tertawa mengejek. Ia terus membuka lembar demi lembar dan membaca isinya sekilas.
Hari ini Han Ji menangis karena berat badannya naik. Firasatku ternyata benar! Belakangan ini nafsu makannya memang sangat besar, membuatku khawatir kalau dia bisa berubah menjadi gemuk. Pantas pipinya lebih berisi sekarang, hahahaha!
“Oh! Rupanya dia menulis hari itu juga!?” Han Ji sedikit kaget begitu membaca beberapa kalimat di halaman tengah buku itu.
Tapi dia tetap cantik! Meskipun pipinya tambah tembam, tapi matanya masih terlihat indah menurutku. Apalagi kalau Han Ji sedang ngambek, ekspressi wajahnya sangat lucu!
Han Ji tersenyum tipis ketika membaca kelanjutan kalimat tersebut. “Berarti.. yang di taman itu dia serius memujiku? Ahh.. jahat sekali aku malah memarahinya..” batin Han Ji. Karena terlanjur penasaran, ia memutuskan untuk membaca lanjutan tulisan itu.
Entah kenapa aku selalu mengagumi wajah Han Ji sejak kelas 2 SMP. Aku selalu memperhatikannya secara diam-diam, dan aku selalu cemburu jika ada laki-laki yang mendekatinya. Lama kelamaan aku sadar, ternyata aku sangat menyukainya…
Seketika tubuh Han Ji bergetar hebat. Ia langsung menutup buku itu dan mengembalikannya ke tempat semula. Kini perasaannya bercampur aduk, entah mengapa ia merasakan ada sesuatu yang aneh setelah membaca bait terakhir dari halaman itu.
“Tidak mungkin… dia… suka padaku?..”
“Lho? Han Ji? Sedang apa di kamarku?”
Tiba-tiba sosok Jong Up hadir di samping Han Ji. Ia baru saja keluar dari kamar mandi, dalam keadaan rambut basah. “Kau mencariku?” tanya Jong Up lagi.
“Ehh..… iya! Aku mau pamit!.. Aku baru saja selesai olahraga..” jawab Han Ji canggung.
“Oh, begitu. Tidak mau kuantar?”
“Tidak usah!.. Eh, sudah ya.. aku pulang dulu..”
Han Ji kemudian berbalik dan berlari kencang meninggalkan rumah Jong Up. Badannya masih gemetaran, dan jantungnya berdetak cepat sekali. Ia tidak bisa berpikir apa-apa lagi setelah membaca kata-kata terakhir yang Jong Up tulis di halaman itu.
“Jong Up… kenapa aku jadi bingung begini..?” gumam Han Ji setelah sampai di kamarnya.
*****
“Rentangkan kedua tanganmu,” Jong Up memberikan perintah demikian kepada Han Ji.
Dengan ragu-ragu, ia merentangkan kedua tangannya. Jujur, sampai saat ini ia tidak bisa bersikap biasa terhadap sahabatnya itu. Ada suatu perasaan aneh yang bergejolak, dan mungkin perasaan itu akan mengubah persahabatan mereka selamanya. Entah semacam apa perasaan itu.
“Hmm..”
Jong Up mulai mengukur kedua paha, lengan, dan pinggang Han Ji secara teliti. Ia mencatat hasil pengukuran tersebut dan membandingkan dengan hasil-hasil sebelumnya. Ini sudah hari ke-14 gadis itu menjalani diet, jadi harus ada hasil akhir. Setelah Jong Up membandingkan hasilnya, ia langsung tersenyum sumringah. “Jeon Han Ji!” serunya setengah tertahan.
Han Ji membulatkan matanya. “Ke.. kenapa?!” tanya gadis itu gelisah.
“Selamat!! Badanmu sudah ideal kembali!!” seru Jong Up.
Han Ji seakan membeku mendengar kabar gembira itu. Ia tidak menyangka dietnya akhirnya sukses juga. “Kyaaaaa!!! Asyikkk!!!” seru Han Ji kegirangan. Bahkan saking gembiranya, ia sampai memeluk Jong Up dengan erat.
“Ah, maaf!” sontak Han Ji begitu sadar apa yang telah ia lakukan. “Ehm… terima kasih, Jong Up.. berkat kau, aku bisa selangsing ini..” ujar Han Ji dengan gugup.
“Haisssh! Tidak usah kaku begitu! Haahahahaa!” Jong Up mengacak pelan rambut Han Ji. “Ya sudah, lebih baik kau pulang ke rumah dan siapkan gaun terbaikmu untuk besok!”
“Besok?”
“Ya, besok kan ulang tahunnya Suho-sunbae? Masa kau lupa?”
Han Ji terdiam sejenak. Heran, mengapa ia bisa lupa hari ulang tahun laki-laki yang selama ini ia incar? “Oh.. iya, aku baru ingat..”
Han Ji terdiam sejenak. Heran, mengapa ia bisa lupa hari ulang tahun laki-laki yang selama ini ia incar? “Oh.. iya, aku baru ingat..”
“Ya sudah, cepat pulang ke rumahmu dan siapkan semuanya!” Jong Up menuntun badan Han Ji agar keluar dari rumahnya. “Pastikan kau mendapat kesempatan untuk berdansa dengannya!!” teriak Jong Up begitu Han Ji sudah berada di depan pagar rumahnya sendiri.
“Ya… semoga..”
Han Ji melempar senyuman tipis pada Jong Up, sebelum akhirnya mereka berpamitan dan Han Ji langsung masuk ke kamarnya. Ia mengunci pintu kamar dengan rapat, lalu duduk termenung di sudut kamarnya yang terang dengan sinar senja. Han Ji mulai tidak bisa mengerti perasaannya.
“Kenapa.. ada apa denganku?..”
*****
Esok harinya, tepat pukul 5 sore Han Ji sudah selesai mempersiapkan dirinya yang akan pergi ke pesta ulang tahun Suho. Ia memilih gaun panjang berwarna marun dengan tali bahu tipis untuk dipakainya. Gaun tersebut mengikuti bentuk lekuk tubuh Han Ji, sehingga gadis itu terlihat sangat langsing dan tampak anggun karena warna marun gaunnya cocok dipadukan dengan warna kulitnya yang putih langsat.
“Aku tidak menyangka kalau tubuhku bisa begini lagi..” gumam Han Ji sambil mengamati pantulan dirinya di cermin.
Rambut panjangnya di-waving dan digelung dengan rapi, serta ia memoleskan make upminimalis pada wajahnya yang membuat penampilannya semakin sempurna. Semua sudah siap, kecuali hati gadis itu. Entah mengapa hatinya risau daritadi, seperti ada sesuatu yang mengusiknya.
Han Ji menghela nafas panjang. “Aku harus mencari tahu perasaanku yang sebenarnya, hari ini.” yakinnya dalam hati. Setelah itu ia keluar dari kamarnya dan memesan taksi untuk pergi ke tempat tujuannya.
*****
Sebuah hall hotel termahal di Seoul telah disulap menjadi tempat pesta ulang tahun yang sangat megah. Tentu saja, karena anak tunggal dari salah satu pengusaha terkaya di Korea Selatan sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-17, yaitu Kim Joon Myeon. Atau yang lebih dikenal dengan panggilan Suho.
Acara malam itu diawali oleh sambutan dari kedua orang tua Suho, lalu sesi pemberian kado, yang dilanjutkan dengan acara pembagian kue dan berakhir di acara dansa. Sesi terakhir ini semua orang bebas melakukan apa saja, boleh turun ke lantai dansa, boleh juga mencicipi hidangan mewah yang disuguhkan, atau hanya duduk-duduk saja sambil mengobrol dengan undangan yang lainnya.
Yang Han Ji lakukan hanya berdiri dengan pandangan mengedar ke segala arah saat sesi tersebut berlangsung. Ia seperti mencari seseorang yang daritadi tidak ia lihat di hall itu. “Aisshhh! Dimana dia!?!” rutuk Han Ji dalam hatinya.
Belum ada semenit ia berutuk demikian, seseorang menepuk bahunya dari belakang. Han Ji terkejut dan langsung membalik badannya. “Astaga!” pekiknya tertahan.
“Hahahaha! Reaksimu tenyata lucu juga..” ujar sesosok laki-laki tinggi yang tadi menepuk bahunya itu.
“Ehm.. ah, apa ada keperluan denganku?”
“Ya, aku ada sedikit keperluan dengan gadis bernama Jeon Han Ji ini,” jawab laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya. “Maukah kau menemaniku dansa?”
Dengan malu-malu, Han Ji menyambut tangan laki-laki itu dan mengikutinya menuju ke lantai dansa. Untung saja Han Ji sudah pernah menonton video dansa beribu-ribu kali, jadi ia tidak kesusahan saat diajak dansa begini.
“Kenapa sunbae malah memilihku?” tanya Han Ji sebelum dansa mereka dimulai.
Laki-laki itu tersenyum, lalu menarik tubuh Han Ji ke dalam dansa yang dipimpin olehnya. Alunan lagu yang lembut mengiringi dansa mereka dengan pelan dan perlahan. “Karena kau terlihat sangat cantik hari ini, aku jadi penasaran denganmu.” jawabnya dengan nada yang lembut.
Han Ji tersipu malu, kedua pipinya kini mulai memerah. Siapa yang tidak senang jika dipuji oleh orang terpopuler di sekolahnya ini? “Tidak… masih banyak yang lebih cantik dariku, sunbae..”
“Tidak! Menurutku kau yang paling cantik!”
Han Ji tersipu lagi mendengar kalimat pujian itu. Akan tetapi, ekspressinya berubah drastis begitu terlintas sesuatu di pikirannya. Daritadi ia tidak merasakan debaran di jantungnya. Padahal saat ini ia sedang diajak berdansa oleh senior yang selama ini ia taksir, Suho. Tapi mengapa ia tidak lagi berdebar-debar seperti dulu?
“Tsk! Si raksasa itu datang lagi!” desis Suho tiba-tiba, membuat Han Ji tersadar dari lamunannya.
Dansa mereka terhenti sejenak, dan kedua mata Suho memandang sinis ke arah seberang. Han Ji mengikuti arah mata laki-laki itu, dan mendapati sosok Soo Bin sedang menyantap kue yang dihidangkan dengan lahap. Shin Soo Bin adalah senior Han Ji yang seangkatan dengan Suho. Badannya memang gendut, karena ia mendapat keturunan dari ayahnya. Soo Bin tidak punya banyak teman karena badan gendutnya itu, ia juga tidak begitu kaya dan dikenal memiliki nafsu makan yang besar.
“Aku paling tidak suka melihat gadis seperti dia!! Dia pikir badan gendutnya itu enak dipandang!?! Harusnya dia diet agar laki-laki tidak jijik melihatnya, dasar!” cemooh Suho dengan sinis. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke Han Ji dan tersenyum lagi.
“Beda denganmu, kau lebih enak dipandang. Cantik, langsing, dan terlihat anggun..”
Dansa mereka dilanjutkan kembali oleh Suho. Sementara Han Ji, pikirannya masih melayang-layang setelah mendengar cemoohan Suho terhadap Soo Bin tadi. Ia memutar-mutarnya, mengingat sesuatu yang sempat diingatkan padanya.
Kita sudah seharusnya mencintai seseorang yang mencintai kita dengan tulus, menerima kita apa adanya, dan bukan tipe orang yang menilai fisik saja.
Seketika Han Ji menghentikan dansa itu. Suho sempat kaget karena gadis itu berhenti di tengah-tengah lagu. “Ada apa, Han Ji?”
Han Ji diam saja. Ia hanya melontarkan senyuman termanisnya pada Suho, lalu membalikkan badannya. “Aku pergi dulu, sunbae. Aku tidak tahan berdansa dengan orang yang suka menilai fisik seseorang saja!” sahutnya yang kemudian berjalan meninggalkan Suho di tengah-tengah lantai dansa. Laki-laki itu hanya diam mematung disana, dengan mulutnya yang ternganga.
*****
Han Ji keluar dari hall hotel tersebut dengan berjalan setengah berlari. Meskipun nafasnya sudah terengah-engah, tapi kedua matanya masih beredar mencari seseorang yang daritadi ia tidak lihat sosoknya. Ia memutuskan untuk pergi ke taman besar yang ada di belakang bangunan hall. Disana ia melihat sosok yang sangat familiar tengah duduk di bangku taman sambil memperhatikan langit. Han Ji menghela nafas lega.
“Rupanya kebiasaannya masih sama seperti dulu!” gumam Han Ji dalam hati. Ia lantas menghampiri sosok itu dengan cepat.
“Hei, tukang penyendiri!” seru Han Ji sembari duduk di sebelahnya.
Laki-laki itu sangat terkejut karena kedatangan Han Ji yang terlalu tiba-tiba itu. “Haissh!! Kau mengagetkan aku saja!” protesnya kesal.
Han Ji tersenyum jahil mendapati aksi protes laki-laki itu. “Kau sedang menghitung bintang lagi?”
“Tidak,” laki-laki itu kembali memandang langit. “Aku sedang melihat langit malam.”
“Apa semenarik itu?” tanya Han Ji heran. Ia kemudian mengikuti apa yang sedang laki-laki itu lakukan, memandang langit.
“Ya, karena ini bisa membuat hatiku tenang.”
Han Ji mengangguk mengerti. Ada benarnya juga, setelah melihat langit malam yang indah itu, hati Han Ji menjadi sedikit tenang. Perlahan jantungnya berdebar-debar, menambah ketenangan dirinya.
“Kau sudah berdansa dengan Suho-sunbae?” tanya laki-laki itu.
“Yap,”
“Lalu, bagaimana hasilnya?”
Han Ji diam saja. Karena penasaran, laki-laki itu menoleh ke arah Han Ji. Ia menautkan alisnya. “Han Ji?”
“Jantungku sudah tidak berdebar lagi jika aku melihatnya, jadi kutinggalkan saja dia di tengah-tengah lantai dansa!” cetus Han Ji santai.
“Kau serius!?!”
“Tentu saja.”
“Tapi.. bukannya selama ini kau menyukainya?”
Han Ji berhenti memandang langit, lalu memandang laki-laki yang kini wajahnya sangat dekat dengan wajahnya itu. Perlahan-lahan, ia mendekatkan dirinya dan akhirnya mencium bibir laki-laki itu.
“Jong Up, ternyata semua berubah begitu cepat..” ujar Han Ji sambil tersenyum lembut.
“Jong Up, ternyata semua berubah begitu cepat..” ujar Han Ji sambil tersenyum lembut.
Jong Up membulatkan matanya dan menyentuh bibirnya. Kedua pipinya memerah, ia sama sekali tidak menyangka akan menjadi seperti ini. “Kau…”
“Daripada menyukai si penilai fisik itu, aku lebih memilih untuk menyukai laki-laki aneh yang punya hobi memandang langit malam sepertimu!”
Jong Up tidak bisa berkata apa-apa. Perlahan senyumnya mengembang lebar di bibirnya, dan sebelah tangannya tak berhenti menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu. “Terima kasih, aku—”
“Tak usah dijawab,” sela Han Ji. “Aku sudah tahu semuanya, aku sudah membaca buku harianmu itu.”
Jong Up membulatkan matanya lagi dan menatap nanar Han Ji. “Kau!?! Jangan-jangan kau membacanya saat berada di kamarku waktu itu!!?”
“Ehm.. bisa dibilang begitu, habis buku itu berwarna terlalu mencolok!” sahut Han Ji enteng.
“Aissshh!!!” Jong Up mengacak rambutnya dengan frustasi. Han Ji terkekeh geli melihat tingkah lucu sahabat yang kini ia sukai itu.
“Jadi?” tanya gadis itu pada akhirnya.
Jong Up menoleh kearahnya, dengan bibir yang masih mengerucut. “Bodoh! Kau bisa kedinginan dengan pakaian begitu!” seru Jong Up sembari melepaskan jasnya dan menyampirkan jas itu di bahu Han Ji.
Ia menarik tubuh gadis itu agar berdekatan dengannya. Mereka saling berpandangan, sama-sama tersenyum, hingga akhirnya Jong Up mencium lembut bibir Han Ji sambil memeluknya.
“Han Ji..” Jong Up melepas ciuman itu duluan. Tangannya kini menangkup kedua sisi wajah Han Ji. Hembusan nafasnya menyentuh lembut pipi gadis itu. “Apa tidak apa-apa jika status sahabat kita berubah?” tanya Jong Up serius.
Han Ji tertawa pelan mendengarnya. Ia mengelus pelan punggung tangan Jong Up yang berada di tepi wajahnya. “Cinta datang karena terbiasa, kau harus tahu makna dari kalimat itu..” ucapnya. “Selain itu, kau bilang aku harus memilih seseorang yang tulus mencintaiku, kan? Yang tidak menilai fisik saja? Orang itu adalah kau!”
Jong Up tersenyum sumringah. Ia langsung memeluk Han Ji dengan erat. “Terima kasih, Han Ji..”
“Kau senang sekarang?” tanya Han Ji usil.
“Tentu saja! Perasaanku dari kelas 2 SMP ini akhirnya terjawab sudah!” jawab Jong Up dengan mantap.
Han Ji tertawa geli mendengar jawaban dari Jong Up itu. Ia balas memeluk tubuh tegap Jong Up tak kalah erat juga, merapatkan tubuh mereka yang perlahan menjadi hangat di tengah malam yang dingin itu.
**The End**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar