[FF] Somebody To You
Genre : Oneshoot, School Life, Romance
Cast :
- Lee Junyoung/Jun (U-Kiss)
- Oh Semi
- Jeon Jeongguk (BTS)
- Song Haneul
Short Message
*clingak clinguk*
Halo! ff satu ini special untk 97 liner!! dengan cast utamanya member baru yang cakep ini, Jun U-Kiss!! *tebar kembang(?)*
Btw kasian bngt ni anak, kecil-kecil udh main di video rating 19+ (-_-) *poor Jun*
Karena atas dasar kasian sm Jun (Jun: ngpain gue dikasianin? _ _”) dan terinspirasi dari lagu The Vamps – Somebody to You, muncullah ff ini wahahaha enjoy yourself~
Halo! ff satu ini special untk 97 liner!! dengan cast utamanya member baru yang cakep ini, Jun U-Kiss!! *tebar kembang(?)*
Btw kasian bngt ni anak, kecil-kecil udh main di video rating 19+ (-_-) *poor Jun*
Karena atas dasar kasian sm Jun (Jun: ngpain gue dikasianin? _ _”) dan terinspirasi dari lagu The Vamps – Somebody to You, muncullah ff ini wahahaha enjoy yourself~
WARNING: Don’t read this if you want to bash me or plagiarsm! I need your comment, readers~
—————————————————————————————————————————-
—————————————————————————————————————————-
Jun mengutak-atik kameranya sedari tadi, dengan pandangan yang terpaku pada gerbang sekolah dan display kameranya secara bergantian. Sesekali Jun mengecek apakah lensa tele-nya bisa berfungsi dengan maksimal dari balkon lantai dua—tempatnya berdiri saat ini— sekolahnya tersebut. Laki-laki itu sudah tidak sabar menunggu kedatangan seseorang yang sangat penting baginya.
“Ah! Itu dia!”
Begitu orang yang ditunggunya memasuki gerbang sekolah, tangan Jun langsung bergerak cepat untuk mengambil gambar dari obyek yang terfokus oleh lensa kameranya. Tidak sekali, tetapi Jun mengambilnya berkali-kali, setiap gerak sang obyek tak terlewatkan dari bidikan kameranya. Ia melakukan itu secara sembunyi-sembunyi, sehingga tidak ada yang tahu apa yang sedang dilakukannya.
Sudah hampir 2 tahun Jun sibuk berkutat dengan kameranya dan menekuni pekerjaan ini. Bisa dibilang, Jun adalah seorang ‘stalker’. Dan orang yang berhasil membuatnya segila itu adalah Oh Semi, gadis populer di sekolahnya. Semi memang berbeda dari anak populer yang lainnya, ia dikenal bukan karena punya selera fashion yang menyamai model papan atas, memiliki barang-barang merk ternama, atau gaya hidup mewah sebagai status orang kaya. Gadis itu tenar karena memiliki otak yang sangat cerdas, memiliki segudang prestasi, berperilaku baik pada semua orang dan sederhana. Ditambah lagi wajah Semi memang cantik tanpa pakai make–up, membuat siapa saja jatuh hati padanya, termasuk Jun.
“Hari ini dia cantik, seperti biasanya!” puji Jun sembari mengalihkan pandangannya dari kamera. Ia memperhatikan gadis berponi rata itu memasuki lobby, dengan bibirnya yang tak berhenti tersenyum.
“Semi, aku mencintaimu..”
Kalimat itu Jun ucapkan dengan lancar, namun entah mengapa ia selalu menyesalinya. Jun tidak dapat mengutarakan perasaannya secara langsung kepada Semi, belum ada keberanian dalam dirinya.
(((+)))
“Jun, hari ini kau dapat tugas lagi!”
Baru saja Jun memasuki ruang klub jurnalistik, ia sudah disambut dengan perintah dari ketua klub-nya yang banyak omong itu, Song Haneul. “Kali ini apa lagi?” tanya Jun malas, sambil merebahkan tubuhnya di sofa kecil bobrok yang ada di ruangan sempit tersebut.
“Kau temani aku wawancara panitia festival sekolah tahun ini, untuk profil majalah dinding edisi bulan Agustus!” sahut Haneul semangat.
Jun hanya merenggut. Brengsek, batinnya. Mentang-mentang Jun yang paling ahli dalam fotografi, Haneul selalu saja menyuruhnya untuk mengambil foto profil majalah dinding. Gadis cerewet itu selalu memperalat Jun agar pamornya sebagai ketua klub semakin meningkat, ia memang perfeksionis.
“Kenapa tidak suruh yang lain, sih!? Aku mau istirahat dulu, pelajaran Kimia tadi membuat kepalaku pusing, tahu!” protes Jun pada akhirnya.
“Tidak boleh protes!” bantah Haneul galak. “Pokoknya, majalah yang kita buat harus selalu sempurna! Dengan begitu, mungkin sekolah akan memperbaiki ruang klub kita yang jelek ini!” sambungnya sambil memperhatikan ruangan sekitar dengan mimik prihatin.
Haneul lalu mengembalikan pandangannya ke arah Jun. “Jam 5 nanti kita akan mulai wawancara di ruang multimedia!” tegas Haneul yang kemudian keluar dari ruangan itu.
Jun menghela nafas panjang. Seberapa keras usahanya untuk menolak perintah Haneul, hasilnya pasti akan begini. “Dasar.. nenek sihir itu masih saja terobsesi untuk memperbaiki ruang klub ini..” gumamnya.
“Mau bagaimana lagi? Sejak Haneul menjabat sebagai ketua, dia bertekad untuk menaikkan derajat klub jurnalistik!” sahut Jeon Jeongkook, yang masih sibuk mengetik di laptopnya. Teman satu klub Jun itu sangat ahli kalau soal membuat artikel.
Jun terdiam. Memang, tindakan Haneul selama ini tidak bisa ia salahkan 100%. Klub jurnalistik memiliki kerjaan lebih banyak dan lebih sulit daripada klub yang lainnya, namun upahnya justru yang paling rendah di antara klub yang ada di sekolah. Miris sekali. Karena diskriminasi itulah, Haneul mengerahkan seluruh anggota klub jurnalistik untuk bekerja lebih giat dan mendapat banyak prestasi agar hasil kerja mereka bisa lebih dihargai oleh sekolah.
“Mana yang lain?” tanya Jun. Daritadi ia tidak melihat anggota yang lain selain Jeonkook dan Haneul.
“Sedang survei untuk lomba ‘Citizen Journalism’ bulan depan, Haneul yang menyuruh mereka.” jawab Jeongkook singkat, tangannya masih sibuk mengetik.
“Oh..”
Melihat Jeongkook tidak terusik dari laptopnya, Jun jadi semakin penasaran. “Hei, kau sedang buat apa? Serius sekali!” serunya sambil merebut laptop yang ada di hadapan Jeongkook. Jun lalu membaca beberapa kalimat yang tertera di layar laptop sekaligus mencerna baik-baik isinya.
[ Tebar pesona. Cara ini perlu dicoba oleh pria yang sedang melakukan ‘pendekatan’ dengan wanita. Pria bisa menunjukan semua kelebihannya lewat cara ini, sehingga wanita yang diincarnya lebih mudah terpikat. Mulailah ubah kebiasaan lama dengan kebiasaan baru ini, maka wanita akan jatuh lebih mudah! ]
“Ini belum selesai!” sergah Jeongkook sembari merebut kembali laptopnya.
Jun menoleh ke arah Jeongkook. “Hei, Jeongkook!! apa.. apa-apaan artikelmu itu!?”
“Kenapa? Kau kaget karena artikelku kali ini beda dari biasanya?”
“Iya.. kau…”
Jeongkook tersenyum penuh arti. “Artikel ini akan langsung populer begitu kusebar di majalah dinding dan di blog sekolah! Karena ini adalah tips yang aku buat sendiri!” ujar Jeongkook sombong, kemudian ia melanjutkan kembali artikelnya yang belum selesai.
“Kau juga perlu mencoba tips ini, Jun!” celetuk Jeongkook.
Jun kembali terdiam, ia sibuk memikirkan sesuatu dalam otaknya. Tak lama kemudian, ia mempunyai ide. “Apa kucoba saja ya tips dari Jeongkook itu?” pikirnya dalam diam.
(((+)))
Sejak membaca tips dari Jeongkook—yang sebenarnya belum sepenuhnya selesai itu—, Jun berubah. Tadinya ia lebih sedikit mengobrol dengan orang lain, tapi sekarang ia menjaditalkactive dan sangat pintar bersosialisasi. Jun juga sudah bisa berinteraksi dengan perempuan, tak heran kalau laki-laki itu kini dekat dengan banyak gadis di sekolahnya. Dalam waktu singkat, Jun menjadi populer di kalangan siswi. Banyak pula yang menyukainya karena sifat Jun jadi lebih menyenangkan.
“Jun!~ Nanti malam kutelpon, ya?~” sahut seorang siswi kelas sebelas yang kebetulan berpapasan dengan Jun di koridor. Jun hanya mengangguk sambil melemparkan senyum ramahnya. Siswi-siswi yang lain juga berebut menyapa Jun saat laki-laki itu menelusuri koridor sekolah.
“Wow! Dalam waktu singkat, kau berubah jadi populer begini!” komentar Jeongkook yang daritadi mengamati setiap siswi yang menyapa Jun.
Jun hanya tersenyum angkuh menanggapi komentar temannya itu. “Yep! Itu karena aku ini sebenarnya tampan!” katanya sombong. Namun seketika langkahnya terhenti begitu mereka sampai di kantin. Mata Jun terarah ke sosok gadis yang sedang menikmati makan siang bersama salah satu temannya. Jun langsung membenarkan seragamnya.
“Jeongkook, tidak ada gunanya aku populer di kalangan gadis-gadis itu kalau belum ditambah Semi!” sahut Jun, kemudian ia mendatangi meja tempat dimana Semi sedang makan siang. Jeongkook memilih untuk memperhatikan dari jauh saja, takut malah mengacaukan suasana.
“Hai, Semi!” sapa Jun yang langsung duduk di hadapan Semi tanpa bilang permisi. Ia mengeluarkan senyum andalannya yang selama ini disukai oleh siswi-siswi lain.
Teman yang duduk di sebelah Semi berbinar-binar seketika melihat Jun yang tengah tersenyum, sementara Semi terdiam sejenak melihatnya. “Eh? Ada perlu apa?” tanya Semi heran.
Jantung Jun sebenarnya berdegup sangat kencang, wajahnya sudah merah padam karena baru pertama kali berbicara sedekat ini dengan Semi, namun ia berusaha untuk tidak memperlihatkan kegugupannya. Ia mulai menebarkan pesonanya lagi. “Boleh aku bicara secara pribadi denganmu, Semi? Di tempat lain?” ujar Jun dengan nada bicara yang dibuat-buat.
Teman Semi sangat antusias mendengar perkataan Jun, ia menyikut Semi berulang kali agar ia menyetujuinya. Namun lain halnya dengan Semi, ekspressi wajahnya malah berubah menjadi cemberut. “Maaf, hari ini aku tidak bisa. Ayo kita pergi, Nara!” sahut Semi sambil menarik paksa temannya meninggalkan kantin. Padahal makan siang mereka belum dihabiskan.
“Eh!? Tapi Jun mengajakmu—”
“Aku tidak tertarik, ayo!”
Mereka berdua menghilang dari pandangan Jun sangat cepat. Jun tercengang. Mulutnya terbuka lebar menyaksikan kepergian gadis yang berhasil mencuri hatinya itu, dan sekarang ia berhasil juga membuat Jun merasa sebagai pecundang. Jun menundukkan kepalanya, ia gagal total. Aneh, mengapa hanya Semi yang tidak terpengaruh dengan sikap ‘tebar pesona’ miliknya?
“Hei, hei! Apa yang terjadi pada gadis itu!?” tanya Jeongkook sembari menghampiri laki-laki itu. Ia tidak mendengar apa yang mereka katakan, tetapi merasa ada yang tidak beres begitu melihat Semi meninggalkan Jun.
Jun menoleh ke arahnya, dengan mimik tidak bersemangat seperti sebelumnya. Ia lalu bangkit dan menarik tangan Jeongkook. “Ayo, kita pergi..”
(((+)))
Jun menelusuri trotoar jalan sekitaran distrik Myeondong. Berbekal dompet dan tas berisi perlengkapan kamera kesayangannya, ia berjalan tak tentu arah sambil terkadang menatap langit pagi di hari Minggu. Layaknya orang galau, Jun kehilangan semangat hidupnya setelah Semi jelas-jelas menolaknya dengan cara yang tidak biasa itu. Ia bahkan tidak gembira sedikitpun di akhir pekan begini.
“Semi… Semi, apa kau tidak tahu kalau aku sudah jatuh hati padamu selama 2 tahun ini?..” gumam Jun muram.
Tak lama kemudian, ponselnya bergetar di saku mantelnya. Dengan malas, Jun mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang menelpon. “Ya?”
“Jun! Kau harus mengikuti lomba membuat ‘photobook’ yang diadakan walikota tahun ini! Kau juga harus memenangkannya karena hadiahnya berupa uang tunai jutaan won!! Itu bisa membiayai renovasi ruang klub kita!” terdengar suara nyaring Haneul di dalam telepon tersebut.
“Berisik!” Jun mematikan telepon itu dan kembali berjalan tak tentu arah.
Luar biasa, ia akhirnya bisa mebantah perintah ketuanya. Sebenarnya Jun juga tertarik mengikuti lomba bergengsi itu, karena sudah lama ia ingin membuat photobook hasil karyanya sendiri. Ya, tapi karena lagi galau, beginilah jadinya. Ia kehilangan semangat karena gadis yang dicintainya menolaknya sebelum ia menyatakan perasaan yang sesungguhnya.
Tanpa Jun sadari, ia malah berjalan ke stasiun kereta api yang sedang padat. Jun tetap berjalan serampangan meskipun beberapa orang menabrak bahunya di tengah stasiun kereta yang ramai itu. Saat ia melewati gerbong kereta yang terbuka, langkah Jun terhambat karena ada suatu benda yang menjegal kakinya.
“Hah? Jeruk?” gumam Jun sambil memungut sebuah jeruk yang tergeletak di samping sepatunya. Beberapa jeruk yang lainnya juga ia lihat berserakan di sekitar sana. Jun memungut jeruk-jeruk itu satu per satu, lalu mendapati seorang nenek sedang membawa kantong plastik besar yang berlubang.
“Aishhhh… menyusahkan sekali!” keluh nenek itu sambil berusaha memungut jeruk-jeruknya yang berserakan. Beliau terlihat kesulitan membungkuk karena encok di pinggangnya sering kambuh.
“Nenek! Sini, biar aku bantu!” seru Jun spontan sembari menghampiri sang nenek, kedua tangannya membawa semua jeruk yang jatuh dari kantong plastik berlubang tersebut. “Nenek kasihan sekali, biar aku saja yang membawa jeruk-jeruk ini!” kata Jun.
Nenek itu sempat melongo karena tidak percaya ada yang mau membantunya, padahal sebelumnya ia pikir tidak akan ada orang yang ingin membantunya ditengah kerumunan begini. “Eh… anak muda, apa kau tidak kerepotan membawa jeruk sebanyak itu?” kata si nenek masih sungkan.
“Nenek tak usah banyak bicara! Ayo, nenek tunjukan saja jalan rumah nenek!” seru Jun bersikeras.
(((+)))
“Jadi, nenek membangkang nasihat cucu nenek yang protektif itu?”
“Ya, bisa jadi. Habis, dia itu, padahal umurnya sepantaran denganmu, tapi tingkahnya seperti orang usia puluhan tahun saja!” seru sang nenek sambil tertawa pelan.
“Hahaha! Tapi nenek seharusnya jangan pergi ke pasar sendirian begini, dong! Kalau tadi aku tidak menemukan nenek, nenek pasti akan kelimpungan!”
“Mau bagaimana lagi, aku ingin membelikan cucu kesayanganku jeruk manis, itu buah yang sangat dia sukai.”
“Hmmm? Apa cucumu itu cantik, Nek?”
“Tentu saja!”
“Boleh nenek kenalkan dia padaku? Hahaha!”
Seiring mereka mengobrol di sepanjang jalan, lama-lama Jun jadi akrab dengan nenek yang ia bantu di stasiun tadi. Sang nenek tidak henti-hentinya bercerita tentang cucu kesayangannya itu, dan Jun juga dengan senang hati mendengar cerita beliau. Sampai akhirnya mereka sampai di depan rumah sederhana yang banyak ditanami tanaman bunga. Ya, itulah rumah sang nenek.
“Nah.. kita sudah sampai!” sahut nenek itu. “Ayo, Junyoung! Masuk dulu, kau mau makan apa? Aku sudah berhutang banyak denganmu!” tawar beliau.
“Ah, tidak usah, Nek! Aku cuma bantu bawa beginian saja! ”
Belum sempat Jun menapakkan kakinya di pekarangan rumah nenek itu, suara derapan kaki seseorang langsung memecah keheningan dan membuat mereka berdua kaget. “Ya ampun, nenek! Darimana saja!? Sudah kubilang, nenek jangan ke pasar sendirian! nanti kalau encok nenek kambuh, bagaimana!? Nenek ini!!” seru seorang gadis dengan rambut bergelombang yang muncul dari pintu rumah dan langsung mendatangi sang nenek.
Nenek itu hanya tersenyum sambil menoleh ke arah Jun. “Kau lihat, Junyoung? Cucuku ini memang cerewet sekali!” sahut beliau.
Baik cucunya maupun Jun langsung saling berpandangan. Mata mereka langsung membulat karena sama-sama kaget. Jun bahkan hampir menjatuhkan semua jeruk yang ia bawa.
“Semi!!?!” pekik Jun.
(((+)))
“Oh.. jadi kau satu sekolah dengan cucuku ini, Junyoung? Kebetulan sekali, hahahahaaaa!” ujar nenek itu sambil mewadahi jeruk yang dibawa Jun tadi dengan keranjang buah ukuran kecil. “Apa dia juga secerewet ini di sekolah?”
“Nenek!” seru Semi malu. Wajahnya langsung memerah, membuat Jun senyum-senyum sendiri.
“Tidak kok, Nek! Semi adalah gadis yang dikagumi banyak orang di sekolah, dia sangat populer!” kata Jun jujur.
“Oh’ya? Aku tidak menyangka cucuku sehebat itu!” sahut sang nenek gembira. “Ah! aku buatkan teh untukmu dulu ya, Junyoung!”
Nenek itu lalu pergi ke dapur rumahnya, meninggalkan Semi dan Jun berdua saja di ruang tamu. Mereka duduk berhadapan, hanya terpisah oleh meja persegi ukuran sedang yang di atasnya berisi tas kamera Jun dan sekeranjang jeruk. Keduanya tiba-tiba menjadi canggung.
“Terimakasih, kau sudah membantu nenekku..” ucap Semi memulai pembicaraan.
“Ahh.. eh… tidak usah dipikirkan, kami hanya kebetulan bertemu…” ujar Jun sambil menggaruk tengkuknya dengan gugup. Ia memperhatikan sekitar. “Kau hanya tinggal dengan nenekmu? Mana orang tuamu?”
“Mereka sedang dinas keluar kota, jadi aku tinggal dengan nenek di rumah.”
“Oh, begitu..”
Semi tersenyum lembut melihat tingkah kikuk Jun yang sangat canggung itu. “Sangat jarang ada orang yang mau menolong orang tua sepertimu, Jun. Aku dan nenek berhutang banyak padamu, terimakasih.” ucapnya lagi.
“Tidak usah begitu, hehe.. aku hanya membantu sedikit..” kata Jun tambah gugup. Jantungnya terus berdebar-debar melihat senyuman Semi yang manis itu.
“Ngomong-ngomong, kau berlebihan menceritakanku pada nenekku.. aku tidak sepopuler itu..”
“Ah! Kata siapa? kau memang populer, kok!”
“Hahahaha, kau lugu sekali!” Jun menundukkan kepalanya dalam-dalam. Entah saat ini ia harus senang atau gugup, yang jelas, ia sangat gembira karena bisa sedekat ini dengan Semi.
“Oh’ya, ini kameramu, Jun?” tanya Semi tiba-tiba sambil melirik tas kamera yang ada di atas meja.
“Eh… iya..”
“Boleh aku lihat?”
“Boleh, kok..”
Semi lalu membuka tas kamera Jun. Ia mengambil kamera laki-laki itu dan melihat beberapa foto yang ada di sana. “Wow! Kau sangat pintar fotografi, Jun!” puji Semi ketika melihat foto pemandangan alam milik Jun.
“Ehm.. itu hanya hobi, hehehe..” Jun jadi tambah mati kutu karena dipuji habis-habisan oleh Semi.
Semi tak henti-hentinya memberikan pujian pada Jun saat melihat-lihat hasil foto Jun yang didominasi oleh foto pemandangan alam. Semi kemudian membuka folder yang terakhir dan melihat isinya juga, namun kali ini ia justru tercengang.
“Semi?” sadar akan perubahan ekspressi Semi, Jun jadi resah karenanya. “Ada apa?”
“Jun… kenapa, ada foto ini?” tanya Semi sambil memperlihatkan display kamera Jun pada pemiliknya. Ternyata folder terakhir itu berisi semua foto Semi yang selama ini Jun kumpulkan.
Jun langsung panik. Ia segera merampas kameranya dari tangan Semi. “Semi, tunggu!.. aku bisa jelaskan!..” ujar Jun terbata-bata.
“Apa selama ini, kau mengambil gambarku dari kejauhan?” Semi masih tercengang melihat Jun.
Jun menghela nafas panjang. Tidak ada gunanya ia menghindar, apalagi berbohong. “Ya, semua foto itu aku yang ambil. Aku mengambil gambarmu setiap hari dari kejauhan, secara sembunyi-sembunyi, jadi tidak ada seorangpun yang tahu aku melakukannya. Selama ini aku menjadi stalker-mu. Aku melakukan ini semua karena aku menyukaimu, mengagumimu, bahkan aku mencintaimu sejak 2 tahun yang lalu.” jelas Jun menyesal.
Ia menundukkan kepalanya, merasa malu atas apa yang sudah ia lakukan. Semi pasti akan membencinya setelah ini. “Maafkan aku, Semi.. Sikapku memang memalukan..”
“Kenapa kau menunduk, Jun?”
Jun mendongak perlahan. Kedua alisnya tertaut heran. “Kau.. kau tidak marah padaku?” tanyanya balik.
Semi tertawa pelan melihat ekspressi heran Jun itu. “Buat apa aku marah? Ah, mukamu memang lucu sekali, Jun! Hahaha! Pantas nenek cepat akrab denganmu!” ungkapnya.
“Kau tau, Jun? Aku juga sangat mengagumimu. Aku selalu membaca majalah dinding dan berita-berita di blog sekolah yang dibuat oleh klub jurnalistik. Aku menyukai mereka semua, terutama foto-foto berita hasil karyamu. Aku juga sangat menyukai sikap tenang dan rendah hatimu terhadap orang lain.”
Jun memiringkan kepalanya. “Kau… kau juga mengagumiku? Tapi.. kenapa waktu itu kau menghindariku di kantin?” tanyanya masih tidak mengerti.
“Itu karena aku tidak suka sikapmu yang dibuat-buat begitu! Aku sangat risih melihatnya, makanya waktu itu aku meninggalkanmu!” cibir Semi. “Aku lebih suka sikapmu yang biasanya.”
“Oh… jadi begitu…” Jun kembali menggaruk tengkuknya dengan malu. Sulit dibayangkan, gadis yang ia kagumi ternyata mengaguminya juga. “Aku tidak menyangka gadis populer sepertimu ternyata menyukai hasil fotoku.”
Semi tersenyum sumringah sambil terkekeh. “Ah, sebaiknya aku bantu nenek di dapur! Dia lama sekali!” umpatnya.
Sebelum Semi beranjak dari ruang tamu, tangan Jun menahannya segera. Jun diam sejenak, menatap mata Semi dalam-dalam. Semi ikut terdiam seketika. Nafas Jun tak beraturan, karena wajahnya sangat dekat gadis itu. “Mungkin waktunya tidak tepat, tapi.. sebaiknya kukatakan saja sekarang..” gumam Jun dalam hati.
“Semi… apa kau mau.. jadi pacarku?”
(((+)))
6 bulan kemudian..
“Kau hebat, Jun! Kau membawa perubahan besar pada klub kita!” puji Haneul yang masih belum puas mengagumi ruang klub jurnalistik yang sudah selesai direnovasi.
Ruang klub itu sudah diperluas, fasilitas-fasilitasnya bertambah, dan sofa bobrok yang dulunya sering dipakai Jun untuk istirahat, sekarang sudah diganti dengan sofa besar yang sangat empuk. Ini semua berkat Jun. Ia berhasil memenangkan lomba membuat photobook itu dan mendapatkan uang jutaan won. Uang itu dipakainya untuk membiayai renovasi ruang klub. Dan sesuai dengan kesepakatan, walikota memperbanyak photobook karya Jun dan menjualnya di toko-toko buku. Hasilnya,photobook karya Jun diminati banyak orang.
“Photobook karyamu sangat bagus, Jun!” puji Jeongkook sembari melihat isi halamanphotobook Jun yang berjudul ‘Somebody to You’ itu. “Berkat kau, klub jurnalistik sekarang menjadi klub yang paling disegani di sekolah!”
“Terima kasih pujian kalian.” kata Jun singkat. Ia tak berhenti untuk tersenyum bangga terhadap hasil jerih payahnya. Tapi dibalik itu semua, tentu saja ada seseorang yang membuatnya bisa sesukses sekarang.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau memberi judul ‘Somebody to You’ untuk photobook-mu? Kenapa temanya mesti musim semi? Terus.. kok bisa kau menjadikan Oh Semi yang populer itu sebagai model dari photobook buatanmu?” tanya Haneul bertubi-tubi.
“Itu karena—”
“Jun! Selamat atas kemenanganmu!! Photobookkaryamu laku keras di toko buku!!” Semi tiba-tiba datang dan langsung berhambur memeluk Jun, membuat kata-kata Jun tadi terpotong.
“Ini semua berkatmu, sayang~” balas Jun sambil mengeratkan pelukannya. Mereka saling berpelukan dengan mesra, sampai-sampai membuat Haneul melongo.
“Lho? Kalian.. kapan jadian??!!” pekiknya kaget. Jun hanya tersenyum tipis ke arah gadis itu. Ia masih memeluk Semi dengat erat, seolah tidak mau melepaskannya sedetikpun.
“Luar biasa, Jun!” sahut Jeongkook tiba-tiba.
Ia tersenyum simpul ke arah Jun setelah melihat beberapa halaman dari photobook laki-laki itu. “Kau mengambil foto yang bercerita tentang cinta yang manis dan lembut, sangat cocok dengan tema musim semi yang kau usung! Dan kalimat yang kau ciptakan di setiap halamannya juga mengandung arti puitis yang romantis. Cocok dengan judul photobook-mu, ‘Somebody to You’!”
Kata-kata Jeongkook barusan memberikan pujian lagi kepada Jun, sekaligus menjawab semua pertanyaan yang diajukan Haneul tadi. Jun akhirnya merenggangkan pelukan mereka, ia memandang Jeongkook sambil tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke Semi yang juga ikut tersenyum kepadanya.
“Ya, photobook itu sangat cocok untuk menceritakan kisah kami berdua.” kata Jun sembali mengusap kepala Semi dengan lembut.
(((The + End)))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar