[FF] What You Need To Know
Genre : Oneshoot, Romance, Friendship
Cast :
- Aron Kwak (NU’EST)
- Jan Raeum
- Choi Seunghyun (TOP Bigbang)
- NU’EST members
Short Message
Author semakin sibuk karena kegiatan sekolah semakin padat hiuffft -_-“ sedih banget karena jarang update ff lagi belum lagi banyak event sekolah yang akan menanti di depan mata, ugh it’s closer to the edge! selain itu author juga lagi cedera pinggang akut yang bkin author mesti banyak istirahat -_-“ duh berasa udh lansia, benci deh! Oke daripada lanjut curcol mending simak ff author berikut ini, hope you like it guys :* :*
WARNING: Please don’t be a silent reader and copy this story without permission!——————————————————————————————————————-Aku menghentikan kegiatan belajarku, berikut dengan melepaskan earphone yang kupakai tadinya. Oke, aku sangat terganggu dengan teriakan yang memanggil namaku barusan. Aku menoleh ke belakang, mendapati seorang gadis sedang berlari terbirit-birit menghampiriku. “Ada apa, Raeum?” tanyaku sambil menghela nafas panjang.
“Aku membawa berita penting!” serunya antusias. Ia segera menarik satu kursi dan duduk di sampingku. Kedatangan Raeum sempat membuat suasana perpustakaan terusik. “Tadi—”
“Pelankan suaramu, ini perpustakaan!” selaku sebelum ia memulai ceritanya.
Raeum terdiam sebentar, lalu mengangguk paham. “Oke!” bisiknya sambil mengacungkan jempolnya kepadaku, dengan tampang polos. Kemudian ia kembali bercerita. “Tadi Seunghyun-oppa mengajakku kencan di bioskop! Dan hal yang lebih hebat lagi, kali ini dia membebaskanku untuk memilih film apa yang akan kita tonton!!”
Aku bisa melihat wajah Raeum kini berwarna merah padam setelah selesai bercerita. Ia tak henti-hentinya tersenyum malu. Raeum pasti sangat senang karena hubungannya kembali membaik dengan Seunghyun-sunbae, pacarnya. Akhir-akhir ini mereka sering bertengkar.Sebenarnya, aku ingin menceritakan sesuatu pada Raeum, tapi aku takut menguapkan rasa gembiranya sekarang ini.
“Jadi, kau sudah memutuskan film apa yang akan kalian tonton, kan?” kataku pada akhirnya. Aku berusaha tidak menunjukkan perasaan bersalahku yang kini membuat gejolak di perutku.
“Aku.. ehm.. belum memutuskannya..” Raeum menggaruk kepala bagian belakangnya.
Aku mengerutkan kening. “Hei, harusnya kau sudah putuskan! Tidak lucu kan sampai disana kau baru memilih film apa yang ditonton? Adanya kencan kalian bisa batal karena kehabisan tiket!” kataku menggurui. Kupakai earphoneku lagi dan melanjutkan kegiatan belajarku (aku memang memakai earphone tapi sebenarnya tidak ada musik yang kudengarkan, ini memang kebiasaanku kalau sedang belajar).
Samar-samar aku mendengar Raeum bergumam sendiri. “Benar juga, ini kan momen yang aku tunggu!” gumam Raeum sambil menepuk jidatnya. Kemudian ia menidurkan kepala di atas meja sambil melihatku belajar. “Aron, kau sedang apa?”
“Belajar. Aku akan mengikuti tes akhir lebih awal karena band-ku akan mengikuti kompetisi musik saat tes akhir diadakan.” jawabku tanpa melihatnya.
“Woah! aku tidak menyangka, ada juga anak band yang rajin sepertimu!” Raeum menepuk-nepuk kepalaku seperti anak anjing, dan aku lihat, sekilas, ia tersenyum padaku.
“Ya sudah, aku duluan,” ia lalu bangkit dari kursi. “Semoga sukses, Aron!” setelah mengucapkan selamat tinggal, Raeum menepuk bahuku ringan dan beranjak dari perpustakaan.
Gadis yang barusan menggangguku itu adalah Jan Raeum, ia seorang model termuda dari sebuah agensi terkenal di Korea Selatan. Meskipun sudah mencetak banyak prestasi yang membanggakan, Raeum tidak pernah bersikap sombong dan tetap mau bergaul dengan murid-murid sekolah ini, termasuk aku. Raeum memang memiliki paras yang cantik sejak kecil (tidak menjalani operasi plastik sama sekali), tubuhnya tergolong tinggi di kalangan perempuan, dan ia memang mahir berpose di depan kamera maupun berjalan dicatwalk. Ia sangat pantas menyandang predikat sebagai model paling muda yang berprestasi karena keahlian dan kecantikannya itu. Ah, dan lagi satu. Raeum adalah sahabatku dari kecil, dia adalah orang yang kucintai.
Memang sudah tidak ada harapan untukku, jelas-jelas sekarang Raeum sudah punya pacar. Aku pasti tidak mendapat tempat di sisinya—selain menjadi sahabat kecilnya yang sering mendengarkan semua curahan hatinya dalam menghadapi sepak-terjang hubungannya dengan Seunghyun-sunbae—. Jika aku membandingkan diriku dengan Seunghyun-sunbae, perbandingannya seperti bumi dan langit. Si Choi Seunghyun itu, siapa yang tak mengenalnya? Dia adalah murid kelas 3 dari sekolah tetangga, salah satu model dari agensi yang sama dengan Raeum. Karirnya sedang meroket, wajahnya begitu sempurna, badannya membuat semua laki-laki iri karena sangat atletis. Sedangkan aku? Aku hanya Aron Kwak, tidak populer di sekolah, di luar sekolah apalagi. Aku hanya bergabung dalam grup band ‘NU’EST’ yang aku dan teman-temanku bentuk sekitar 5 bulan yang lalu. Band-ku tidak pernah pentas dimanapun, tidak pernah memenangkan kompetesi, bahkan tidak ada yang tahu grup band-ku (kecuali Raeum dan personilnya sendiri). Bagai bumi dan langit, bukan?
Tapi, ada sesuatu yang Seunghyun-sunbaerahasiakan dari Raeum. Aku tidak sengaja mengetahuinya sekitar seminggu yang lalu, namun aku belum bisa memberitahukan Raeum. Aku berusaha agar Raeum tidak tahu apa-apa. Memang ini jahat sekali, tapi aku tidak punya pilihan. Aku tidak ingin membuat Raeum sedih.
|||||||||||||||
“Aron, kau baik-baik saja?”
Aku menoleh ke arah Jonghyun, ia berjalan menghampiriku sembari membawa gitar elektriknya. “Sudah hampir 30 menit kau hanya duduk sambil mendengarkan earphone, kapan mau latihan!?” cetusnya kesal.
“Aku sedang mempelajari nada lagu yang akan kita bawakan di kompetisi mendatang, bersabarlah!” balasku sambil memetik asal-asalan gitar akustik yang sedari tadi berada di pangkuanku.
“Aku yakin kau sedang berbohong,” celetuk Minhyun. Mata sipitnya menatapku sesaat, lalu kembali fokus dengan permainan bass-nya. “Pasti kau sedang memikirkan sesuatu!”
Aku tidak mengindahkan perkataan Minhyun itu. Dia ada benarnya juga, saat mendengar lagu ini entah mengapa pikiranku melayang-layang. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku jadi kurang konsentrasi hari ini, dan hari-hari sebelumnya.
“Jangan membuatku semakin kesal, Aron! Mood-ku sedang tidak baik hari ini!!” Baekho merutuk geram, ia hendak melemparkan stik drum ke arahku kalau saja tidak ditahan Ren. Fiuh, hampir!
“Sudahlah, tak ada gunanya kalian memarahi Aron!” ujar Ren tegas. “Lebih baik kalian latihan individual dulu, biar aku yang menanganinya.”
Jonghyun dan Baekho melunak. Sambil menggerutu, Keduanya langsung beranjak meninggalkanku dan mulai berlatih dengan alat musik mereka. Ren memandangku yang tetap diam, dan kemudian laki-laki itu menghela nafas panjang. Oke, lagi-lagi aku mengacaukan latihan kami untuk yang kesekian kalinya.
“Hei, Aron!”
Aku tidak merespon apapun. Aku bahkan tidak bergeming ketika Ren tahu-tahu sudah duduk di sampingku. “Bagaimana? Kau sudah bisa mengimprovisasikan lagu pilihan kita dengan baik? Kau tidak lupa kompetisi tinggal 4 minggu lagi, kan?” tanya Ren beruntun dengan nada tegas, ciri khas dirinya.
“Iya, aku sedang berusaha semaksimal mungkin untuk mengimprovisasikan lagu ini, dan jelas aku tidak lupa tanggal kompetisinya!” sahutku cepat. “Tapi aku masih heran, kenapa kau, Jonghyun, Baekho, dan Minhyun membiarkanku memilih sendiri lagunya? Apa itu tidak terlalu egois?”
“Kau vokalis, Aron. Band kita akan tampil maksimal ketika lagu yang dibawakan benar-benar dikuasai olehmu.”
“Hanya karena itu?”
“Tidak juga,” Aku menautkan kedua alisku. Aku menoleh ke arah Ren yang kini merebut gitar akustik milikku dan mulai memainkan beberapa kunci. Jujur saja, aku semakin tidak paham kemana arah pembicaraan gitarist band-ku ini. “Apa maksudmu, Ren?”
“Kami berempat ingin lagu yang nanti dibawakan benar-benar mencerminkan perasaanmu sekarang, jadinya kami sepakat menyuruh kau yang memilih lagunya. Dan harapan kami terwujud, kau memilih lagu itu. Lagu yang benar-benar mencerminkan perasaanmu terhadap Raeum.”
Perkataan Ren barusan berhasil membuatku kaget. “Jadi itu alasan kalian!?!” tanpa kusadari, ekspressi dan tingkahku berubah. Aku jadi malu sendiri mendapati telingaku terasa panas.
“Kau tidak bisa memendamnya terus-terusan! Harusnya kau mengungkapkan perasaanmu itu kepada Raeum, mungkin lewat lagu itu juga bisa!” kata Ren sambil mengangkat satu sudut bibirnya.
Aku terdiam. Sedetik kemudian telapak tanganku menutupi semua wajahku. “Raeum pasti menolakku,” gumamku frustasi. “Dia sudah punya pacar, Ren!”
“Bisa saja gadis itu putus, besar kemungkinannya!”
“Apa maksudmu?!”
Ren berhenti memetik gitar akustikku. Ia memandangku tajam. “Kau belum memberitahunya?”
Aku menghindari tatapan Ren dengan memandang langit-langit studio pribadi Jonghyun. “Lebih baik Raeum tidak tahu, tidak untuk saat ini.” jawabku sambil merebahkan kepala di sofa yang kududuki.
“Cih!” Ren berdecak. Setelah itu kami tidak melanjutkan pembicaraan lagi. Ren kembali sibuk memetik gitar akustikku, sedangkan aku terlalu sibuk menyelami pikiranku sendiri. Apa yang harus kulakukan? Memberitahu Raeum yang sesungguhnya? Tidak! Aku tidak tega kalau ia menangis di depanku saat mendengarnya!
|||||||||||||||
Aku baru saja keluar dari kamar mandi—sehabis mandi ‘malam’— ketika ada telepon masuk dari ponselku. Sambil mengeringkan rambut, aku meraih ponselku yang tergeletak di atas meja belajar tanpa melihat siapa penelponnya. “Halo?”
“A… Aron…”
Aku langsung berhenti mengeringkan rambut. Perasaanku jadi tidak enak ketika mendengar suara Raeum terisak di seberang sana. “Raeum?! Ada apa!?” tanyaku panik.
“Oppa dan aku.. kami… bertengkar lagi…”
“Kenapa kalian.. bertengkar lagi?” ujarku seolah tidak tahu apa sebabnya Raeum menangis, padahal aku sudah bisa menebaknya.
“Saat kami kencan di bioskop kemarin, aku memergokinya sedang menelpon seseorang dengan menggunakan nada yang mesra.. Awalnya aku berpikir Seunghyun-oppa sedang menelpon adiknya.. tapi… sepertinya dia selingkuh..”
Aku semakin merasa bersalah mendengar tuturan dari Raeum. Sebenarnya, seminggu yang lalu aku pergi ke salah satu bar di daerah Apgujeong-dong bersama semua personil ‘NU’EST’. Kami kesana karena ingin mencoba beberapa varian squashnya yang terkenal enak, bukan untuk minum minuman keras. Bar tersebut jauh dari keramaian dan tempatnya remang-remang. Tidak sengaja, waktu itu aku melihat Seunghyun-sunbae sedang mencium mesra seseorang, dan itu bukan Raeum. Seketika aku memaksa yang lain pergi dari bar itu dan mendadak nafsu makanku hilang. Personil yang lain juga melihat Seunghyun-sunbaeselingkuh di belakang Raeum. Tapi bodohnya aku, aku tak punya keberanian menghajarnya pada waktu itu.
“Mungkin hanya sugestimu, Raeum. Bisa sajasunbae memang benar sedang menelpon adiknya.” dustaku, berharap Raeum bisa berpikir lebih positif. Maaf aku harus berbohong, Raeum.
“Aku tidak tahan lagi..” Raeum masih terisak di seberang sana. “Aron, temanilah aku besok.. sehari saja… aku butuh pelarian dari semua ini, kepalaku terlalu sakit memikirkannya..”
“Baik, baik. Bagaimana kalau besok kau ceritakan semuanya? Kutunggu di stasiun biasa, besok aku akan menemanimu seharian penuh.” ujarku.
“Terima kasih banyak, Aron… jam 10, oke?..”
“Ya,”
“Baiklah, sampai jumpa besok..”
Raeum menutup teleponnya. Kembali kurasakan perasaan bersalah memenuhi dadaku. Astaga, berapa banyak kebohongan yang sudah kukatakan kepada Raeum!?!
|||||||||||||||
Aku berlari sekencang mungkin menuju stasiun kereta dekat kompleks perumahanku, mengingat hari ini aku bangun lebih siang dari perkiraan. Saat Raeum belum menjadi model, kami berdua memang langganan menggunakan kereta dari stasiun ini jika ingin pergi ke Incheon. Ya, tentu saja karena dekat dengan rumah kami. Agh, sial! Jangan sampai Raeum terlalu lama menungguku disana!
“Raeum!”
Aku berseru di antara kerumunan orang begitu menangkap sosok Raeum yang sedang duduk bangku dekat loket. Raeum tengah sibuk mengutak-atik ponselnya. Damn! Dia cantik sekali mengenakan long coat merah jambu itu!
Raeum mengalihkan perhatiannya dari ponsel, lalu mengedarkan pandangannya. Ia langsung tersenyum begitu melihatku. “Aron!” serunya sembari melambai-lambaikan tangan.
Aku juga ikut senang melihatnya ceria begitu. Buru-buru aku menjauh dari kerumunan dan menghampiri Raeum. “Lama menunggu? Maaf sekali, aku telat bangun..”
“No problem, kau kan memang kera yang suka tidur!”
“Hei!?”
Raeum tertawa ringan dengan humornya sendiri. Setelah aku memperhatikannya lebih teliti, aku baru sadar matanya agak merah dan bengkak di bagian bawah. Astaga, apakah dia menangis semalaman? Tidak, tidak mungkin aku menanyakan hal itu sekarang!
“Jadi, kita akan pergi kemana?” tanya Raeum setelah tawanya mereda. Aku terdiam. Kukira dia sendiri yang menyusun daftar tempat kemana kita pergi hari ini. Oh, bodohnya aku! Mana mungkin orang yang sedang patah hati bisa membuat daftar semacam itu!?!
Dengan frustasi, aku memutar-balik otakku untuk menemukan tempat tujuan kami. Dan beberapa menit kemudian, aku mendapatkannya. Mungkin tempat-tempat favoritnya dulu bukan ide yang buruk. “Oke, aku sudah menemukan tempat yang cocok!” sahutku sambil mengamit tangan Raeum, mengajaknya untuk mengantri membeli tiket.
“Oh, sungguh? Jadi, kita akan kemana?” tanyanya antusias.
Aku hanya tersenyum penuh rahasia. “Nanti kau akan tahu.”
|||||||||||||||
“Wawwww!! Sudah lama aku tidak kesini!!!” Mata Raeum bersinar cerah ketika aku mengajaknya ke salah satu dessert shop terkenal di Incheon. Nilai lebih tempat ini adalah harganya tidak begitu mahal, tempatnya seperti café—jadi kami bisa makan disini sambil mengobrol—, lagu-lagu yang diputarkan kebanyakan aliran pop (genre favoritku dan Raeum), dan dekorasinya bergaya Inggris. Oh, dan satu lagi. Raeum sangat suka macarons disini. Aku tahu itu.
Tanpa basa-basi lagi, kami berdua masuk ke dalam dessert shop tersebut. Aku membebaskan Raeum sibuk melihat-lihat macarons yang dipajang—untuk memutuskan macarons mana yang akan ia beli— sementara aku memilih tempat duduk untuk kami berdua. Aku memesan pancakebuah dan expresso selagi aku belum sarapan.
“Tempat ini masih sebagus yang dulu!” ujar Raeum beberapa menit kemudian sambil duduk di seberangku. Macarons–macarons yang sudah ia pilih dihidangkan oleh pelayan dengan segera.
“Wow, nafsu makanmu masih sama seperti terakhir kita kesini!” ejekku saat melihat ‘gunung’macarons yang ada di hadapannya. Kami berdua lalu tertawa riang dan beberapa kenangan indah lewat di pikiranku layaknya sebuah film.
“Kau tidak memesan minum?”
“Tidak,” kata Raeum mantap. Sebelah tangannya menyomot expresso yang kupesan dan menyeruputnya dengan nikmat.
“Kebiasaanmu masih saja sama,” kataku sambil terkekeh geli. Terhibur sekaligus malu karena menyadari kami ciuman ‘tak langsung’. “Jangan sampai kau seronok begini saat pemotretan!”
“Hei, itu tidak akan terjadi!” kilah Raeum pura-pura marah, ia mulai menikmati macaronsnya.
Aku juga mulai memotong pancake yang kupesan dan memakannya perlahan. “Apa ada lagi yang ingin kau ceritakan?” tanyaku santai.
Raeum terdiam sejenak, berhenti mengunyahmacaronsnya. Namun sesaat kemudian ia mampu mengendalikan dirinya lagi. Syukurlah, hampir saja aku memukul dan merutuki diriku sendiri karena telah salah bicara. “Seperti yang kubilang, oppamenelpon seseorang sewaktu kami kencan di bioskop dua hari yang lalu. Setelah kuingat-ingat, kalau tak salah ia berulang kali menyebutkan nama ‘Tae’ di telepon. Jadi aku rasa ‘selingkuhan’oppa memiliki nama yang berisi ‘Tae’.”
“Tae?”
“Itu kesimpulanku.” ujar Raeum pelan. Ia kembali mengunyah macaronsnya dengan tidak bersemangat.
“Hei, hei, sudahlah,” aku mencubit batang hidung Raeum. “Jangan terlalu dipikirkan, selama belum terbukti, itu artinya sunbae tidak selingkuh, kan?” hiburku, berharap Raeum kembali ceria.
“Pokoknya aku akan mengajakmu kemana saja, kau tinggal bilang, jadi jangan bersedih, oke?”
Raeum akhirnya mulai tersenyum lagi. Oh, terima kasih Tuhan! “Terima kasih, Aron..” ucapnya tulus.“Kau sangat berarti bagiku, jika tidak ada kau, mungkin aku sudah depressi berat sekarang.”
Telingaku memanas setelah mendengar kalimat terakhirnya. “Err… ya sudah, cepat habiskanmacaronsmu dan kita pergi ke tempat lain!.” sahutku tergagap, berusaha menutupi debaran jantungku yang kini memacu cepat.
|||||||||||||||
Aku senang karena Raeum menganggapku sangat berarti baginya. Sepanjang hari ini aku cukup bisa membuatnya tersenyum, tertawa lepas, dan terlihat tanpa beban. Ya, hari ini kami seperti bernostalgia. Mengunjungi dessert shop, lalu ke toko buku untuk membeli beberapa buku cerita fiksi, ke pameran lukisan, ke festival kuliner, itu semua tempat-tempat yang sering kami kunjungi dulu. Raeum seakan melupakan semua masalahnya hari ini ketika aku menemaninya ke tempat-tempat favoritnya dulu. Oh, dan aku juga sempat membawanya ke toko bunga. Aku sengaja mengajak Raeum kesana untuk membelikannya sebuket bunga krisan, aku tahu itu bunga kesukaannya. Semoga saja buketku bisa menambah semangatnya.
Hari semakin larut, aku dan Raeum tampaknya cukup lelah karena seharian ini bersenang-senang. Aku memutuskan untuk mengajaknya makan malam. “Sebelum pulang, kita makan malam dulu, ya? Aku yang traktir!” ujarku sambil tersenyum.Raeum ikut tersenyum kepadaku.
“Hari ini sangat menyenangkan, akhirnya aku bisa mengunjungi tempat-tempat favoritku lagi, terima kasih karena sudah meluangkan waktumu untuk menemaniku,” Raeum kemudian memeluk buket bunga krisan pemberianku. “Dan terima kasih juga untuk buket indah ini.”
“Ti.. tidak masalah..”
Sial, aku jadi gugup mendadak karenanya. Huh, aku harus cepat-cepat mencairkan suasana! “Kalau kau ingin pergi lagi, kau tinggal telepon aku, oke?”
Raeum mengangguk riang. Namun langkahnya terhenti—begitu pula dengan langkahku— saat terdengar bunyi decitan yang menjijikan. Aku tidak sadar telah membawa Raeum ke jalanan yang sepi dengan penerangan yang minim, dan tempat ini dipenuhi oleh orang-orang yang berbuat mesum! Sial, kenapa aku salah memilih jalan!?!
“Ouch! Sepertinya kita salah jalan!” rutuk Raeum bergidik, ia buru-buru mengumpatkan pandangannya dengan syal yang ia pakai. Akupun juga melakukan hal yang sama saat tak sengaja melihat sepasang kekasih sedang berciuman panas di seberang kami. Bagaimana tidak, aku nyaris muntah di tempat ketika melihat dua laki-laki itu berciuman panas! Ah, dasar pasangan homo!
“Maafkan aku, Raeum.. sepertinya aku salah memilih jalan, ayo kita pergi dari sini!” Dengan cepat, aku menarik tangan Raeum dan menuntunnya pergi. Tetapi gadis itu terdiam sejenak. Mata Raeum tertuju pada pasangan homo yang nyaris membuatku muntah tadi. Ia menatap mereka dengan sangat intens, dan tiba-tiba ia membulatkan matanya. Penasaran, aku ikut meneliti wajah kedua pasangan itu, dan sontak mataku juga membulat. Damn! Itu Seunghyun-sunbae dengan selingkuhannya!?!?!?!
“Aaapa… oppa… oppa dengan… siapa laki-laki itu!?!” aku mendengar Raeum bergumam dan sedikit histeris. Airmatanya mulai menetes, dan mulutnya tertutup dengan kedua tangannya. Sial, rupanya ia melihat kenyataan ini tepat di depan matanya!
Dengan sekuat tenaga, aku menarik tubuh Raeum dan membawanya ke tempat yang jauh dari jalanan ‘sesat’ itu. Ketika kami berada di depan sebuah pertokoan yang cukup ramai, aku baru melepaskan tangan Raeum. Ia masih terlihatshock dan tidak bisa menyembunyikan mata merahnya.
“Kenapa… apakah.. oppa selama ini selingkuh dengan laki-laki itu..?”
“Lupakan itu, Raeum. Anggap saja kau tidak melihat kejadian tadi.” jawabku cepat, mungkin juga terkesan datar.
Raeum langsung menatapku tajam. “Mengapa kau tidak kaget? Apa kau sudah mengetahui ini sebelumnya?”
Gawat! Aku salah bicara! “A.. aku.. maksudku…”
“Kau.. kau tidak memberitahuku?!.. Kau membiarkanku terlihat seperti orang bodoh!?..” Raeum mengeluarkan airmatanya lagi. Oh, tidak.
“Bukan, Raeum.. Kumohon, kau dengar dulu penjelasanku—” “Kau jahat, Aron!!! Kau bukan sahabatku lagi!!!”
Raeum mendorong tubuhku dan berlari menjauhiku. Aku mencoba untuk menyusulnya, berulangkali meneriaki namanya dan memohon maaf. Tapi sepertinya itu tidak berguna lagi. Aku menghentikan lariku, terengah-engah sembari memandang tubuh Raeum yang semakin jauh. Astaga, apa yang kupikirkan selama ini!?! Mengapa aku membohongi gadis malang itu dari awal!?!
“Arrrghh!!!!” aku berteriak kencang sambil mengacak-acak rambutku.
Selamat, Aron Kwak! Kau telah membuat gadis yang kau cintai menderita!
|||||||||||||||
Sudah 1 bulan aku tidak mendapat kabar dari Raeum. Sudah pasti dia sangat marah padaku. Aku sempat menelpon dan memberinya pesan, tapi tak ada yang dibalasnya. Aku sangat frustasi, seharusnya dari awal aku tidak menyembunyikan ini semua kalau tahu ia akan lebih terluka. Bahkan aku belum sempat menyatakan perasaanku.
“Bagaimana?”
Aku mengalihkan pandanganku dari ponsel ke personil ‘NU’EST’ yang lain. Wajah mereka tegang bercampur prihatin melihatku. Aku menghela nafas panjang. “Tidak ada gunanya, Raeum sudah membenciku.” kataku sambil tersenyum pahit.
“Stay strong, dude.” Baekho menepuk bahuku keras, menyalurkan kekuatannya untukku.
Ia terlihat gugup. Kami semua sedang berada di belakang panggung kompetisi nasional yang kami ikuti. Giliran kami tampil tak kunjung datang, menambah suasana hatiku kalut. Meskipun aku sempat frustasi beberapa minggu terakhir karena masalah Raeum, aku tak pernah lupa untuk latihan band. Sampai akhirnya kami berdiri disini. Tapi tetap saja, seberapa sering latihan, dalam mengikuti sebuah kompetisi pasti pesertanya selalu mengalami gejala ‘gugup’ pada hari H.
“Apa murid-murid dari sekolah kita ada yang menonton?” Jonghyun akhirnya berbicara dengan suara gemetarannya.
“Jelas tidak mungkin, sekarang sekolah kita sedang mengadakan tes akhir, bodoh!” sahut Minhyun.
“Akh! Ini pertama kalinya kita tampil di atas panggung!” gumam Baekho sambil mondar-mandir. Mungkin dia-lah yang paling gugup.
Tapi Ren tidak mengatakan apa-apa. Ia berdiri di sampingku, lalu menyikutku. “Apa Raeum benar-benar tidak akan hadir?” tanyanya gusar.
Aku mengendikkan bahu. Ren tahu, aku tahu, dan personil yang lain juga tahu kalau lagu yang akan kita bawakan sangat penting untuk didengarkan oleh Raeum. Dengan keyakinan kecil, aku mengeluarkan ponselku lagi dan membuka aplikasi voice note.
“Raeum, aku sungguh menyesal.”, “Aku tidak bermaksud membuatmu seperti orang bodoh atau apapun yang kau asumsikan, aku hanya tidak ingin melihatmu terluka, dan aku menyesal melakukan itu.”, “Nyatanya kau lebih terluka karena aku tidak memberitahumu dari awal.”, “Sebenarnya ada hal lain yang ingin aku katakan juga, dan sudah lama aku ingin mengatakannya padamu.”, “Datanglah ke tempat kompetisiku hari ini, disana aku akan mengatakannya.”, “Aku sangat berharap kau datang, Raeum.”
Aku mengirim kumpulan voice note itu kepada Raeum. Semoga saja ini membuatnya datang kemari, walau hanya 1% kemungkinannya. Tak lama kemudian, terdengar sebuah pengumuman bahwa band yang ada di atas panggung sudah selesai tampil.
“Yap, sekarang giliran kita.” Ren menepuk bahuku.
Aku memandangnya, lalu mengedarkan pandanganku ke Jonghyun, Baekho, dan Minhyun. Tatapan mereka sama, khawatir. Aku tersenyum tipis melihat mereka. “Kau bisa tampil, Aron?” tanya Jonghyun gusar.
“Aku tidak apa-apa, ayo!” ujarku pelan.
Dengan aura yang berat, kami berlima naik ke panggung. Sesampainya di panggung, Baekho langsung menyetel drumnya, Minhyun menyampirkan bass-nya dan men-settingsenarnya agar tidak sumbang, begitu juga dengan Jonghyun dan Ren. Saat mereka sibuk checksound, aku mengecek standing mic yang ada di depanku, memastikan benda itu berfungsi dengan baik. Aku melirik ke arah teman-temanku, dan kami saling mengirimkan kode kalau semuanya sudah siap. Aku mengalihkan pandanganku ke arah penonton, lalu ke arah meja juri yang terletak 10 kaki di depanku. Ketiga jurinya merupakan komposer, arranger, dan produser dari agensi ternama. Keramaian panggung indoor ini mulai membuatku grogi, tapi aku berusaha untuk mengalahkannya. Aku mulai memperkenalkan grup band kami, lalu menyampaikan salam kepada juri dan hadirin yang menonton.
“Lagu yang akan kami bawakan ini mewakili perasaanku pada seorang sahabatku. Saat ini ia masih marah padaku karena kecerobohanku sendiri, dan aku harap dengan lagu ini, ia jadi tahu perasaanku yang sesungguhnya.” ucapku untuk bagian terakhir dalam salam (entah mengapa aku mengucapkan kalimat itu).
Lalu Minhyun mulai memainkan bagian intronya, disusul oleh gitar Jonghyun. Aku menghela nafas panjang, kemudian menutup mataku. Wajah Raeum kini terbayang di benakku.
You call me up
It’s like a broken record, saying that your heart hurts
That you never get over him getting over you
And you end up crying, and I end up lying
Cause I’m just a sucker for anything that you do
And when the phone call finally ends
You say, “Thanks for being a friend,”
And we’re going in circles again and again
I dedicate this song for you, the one who never sees the turth
That I can take away your heart, Heartbreak Girl
Hold you tight straight through the daylight, I’am right here when you gonna realize
That I’m your cure, Heartbreak Girl
Aku melantunkan lagu itu dengan penuh penghayatan. Tidak peduli dengan penilaian orang lain, tidak peduli jika Raeum nyatanya tak datang untuk mendengarkan lagu ini. Beberapa menit kemudian lagu berhenti. Seperti baru sadar dari mimpi, aku membuka mataku.
Semua penonton bertepuk tangan meriah, juri juga, dan Ren, Jonghyun, Minhyun, serta Baekho memandangku sambil mengacungkan jempol mereka. “Suara yang bagus, Aron!” puji Ren bangga. Aku hanya bisa tersenyum tipis, sedikit bingung mengapa mereka seheboh itu. Apa barusan aku menyanyikannya dengan baik? Tapi kemudian senyumku memudar. Tidak ada gunanya dipuji banyak orang kalau Raeum tidak kesini.
Setelah kami selesai tampil, kami kembali lagi kebackstage. Dan aku sangat terkejut ketika mendapati sosok Raeum berdiri tegap disana!Damn! Dia terlihat seperti dewi walaupun hanya memakai seragam sekolah!
“Raeum…!?!” kataku tak percaya.
Raeum tersenyum tipis ke arahku. “Hai, Aron.” sapanya pelan. “Halo juga Minhyun, Ren, Jonghyun, Baekho!”
Minhyun, Ren, Jonghyun dan Baekho pun membalas sapaan Raeum dengan salah tingkah. Bukan hanya mereka, tapi aku juga begitu. Aku mendadak jadi gugup, beratus-ratus pertanyaan dan rangkaian kata menghinggapi pikiranku. Bibirku kelu tak sanggup berkata-kata melihat kedatangan gadis yang kucintai ini.
“Oh’ya, mungkin sebaiknya kita berempat pergi dulu. Kurasa Aron ingin bicara sesuatu padamu, dan sifatnya pribadi.” ceplos Minhyun yang kemudian membawa Jonghyun, Ren dan Baekho beranjak dari backstage. Mereka berempat melempar tatapan usil ke arahku. Hell, mereka ingin membuatku mati karena gugup!?
Raeum hanya tersenyum geli melihat tingkah mereka. Sekarang tinggal ada aku dan Raeum dibackstage. Berdua. Entah mengapa suasananya sungguh mencengkam dan canggung. Aku tidak tahu harus berkata apa.
“Hei.. bagaimana kau bisa ada disini?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Setelah tes hari ini berakhir, aku mengecek ponselku dan mendapat banyak voice notedarimu. Aku mendengar semuanya dan langsung pergi kesini dengan bus.” kata Raeum.
“Jadi, kau.. melihatku tampil di panggung?”
“Yap, aku datang tepat saat kau tampil.”
“Kau.. kau juga tahu arti lagu itu?”
Raeum mengangguk sembari tersenyum. Aku senang melihatnya tersenyum, tapi ada sesuatu yang mendorongku untuk meminta maaf. “Dengar, aku minta maaf atas kejadian satu bulan yang lalu. Aku menyesal karena tidak memberitahumu saat aku melihat sunbae dengan laki-laki itu, aku merahasiakannya darimu karena tidak ingin membuatmu terluka. Aku tak tahan melihatmu menangis, tapi aku sangat menyesal setelah tahu kalau kau lebih terluka karena baru mengetahui kebenarannya. Aku sungguh minta maaf.” aku berceloteh panjang-lebar.
“Kau sudah mengatakan hal itu di voice note.” tukas Raeum terkekeh. “Aku juga minta maaf, Aron. Harusnya aku tidak memarahimu dan memusuhimu selama ini. Kau tidak berniat menyakitiku,”
Aku mendengar Raeum menghela nafas sebelum melanjutkan kata-katanya lagi. “Aku sudah putus dengan Seunghyun-oppa, dan dia akhirnya jujur padaku. Dia bilang dia gay dari setahun yang lalu, tapi dia takut mengakui hal ini pada orang lain. Jadi, dia memutuskan untuk tetap berpacaran denganku dan menjadikan Taewoo sebagai pacar gelapnya, oppa minta maaf padaku dan merasa sangat menyesal karena telah membohongiku.”
“Kau baik-baik saja, Raeum?” tanyaku khawatir.
“Ya, aku sangat lega karena dia mau jujur dan minta maaf padaku. Aku mendoakan yang terbaik untuk mereka berdua.” ujar Raeum dengan senyum penuh ketulusan. Oh, dia memang cocok diberi sebutan ‘malaikat’.
Raeum menatapku lagi, senyumnya merekah. “Suaramu bagus.” pujinya.
Aku tersipu malu. “Errr…. bagaimana? Apa jawabanmu?” tanyaku sambil menggaruk tengkukku dengan gugup.
“Jawaban?” Raeum menautkan alisnya, pura-pura tak paham.
“Kau fasih berbahasa Inggris, pasti kau paham maksud lagu itu! Itu lagu untukmu!” seruku mulai tak sabar. “Aku… aku jatuh cinta padamu…”
Raeum masih mempertahankan senyumnya, lalu mengamit kedua tanganku. “Yes, I know your feelings through that song. You don’t need to confess it again!” ucapnya dengan bahasa Inggris yang lancar. Kemudian kedua tangannya memelukku cukup erat.
“Aku akan belajar untuk mencintaimu, karena kau pantas untuk dicintai.”
Aku tersenyum. Aku tidak lagi peduli apa-apa. Tidak peduli apakah band-ku memenangkan kompetisi ini atau tidak, tidak peduli kemana perginya keempat temanku yang usil itu, dan tidak peduli apakah ada orang lain yang melihat apa yang kami berdua lakukan. Aku membalas pelukannya, jauh lebih erat. Berharap waktu berhenti untuk saat ini, karena terlalu indah.
Raeum memutuskan untuk belajar mencintaiku, ini hal yang luar biasa. Keinginanku yang mustahil ini akhirnya terwujud juga.
|||||||The End|||||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar