Minggu, 20 November 2016

Sumber : https://fanficskpopindo.wordpress.com/2016/01/30/efflorescence/#more-8227


EFFLORESCENCE

FF ONEW IRENE EFFLORESCENCE
EFFLORESCENCE
An Oneshoot
By Risuki-san
SHINee’s Onew & RV’s Irene |Teenager | Romance, Comedy, Fluff
© 2016 Risuki-san
Judul dan cerita nya gak pas banget, di pas pasin biar a to z fanfic segera lunas XD
posternya gak banget
saya sudah lelah :”(
.
Jarum jam tidak lagi berlanjut, mereka berhenti untuk menyaksikan semu merah muda pada permukaan kulit manusia. Ciuman pertama’
.
EFFLORESCENCE
Irene mengingat seperti peristiwa paling berharga di dunia.
Jinki saat itu yang masih sangat kecil, tidak lebih tinggi darinya, menggunakan mata sabit miliknya sendiri menatap pada seseorang.
Pada dirinya yang baru saja melempar ciuman diatas pipi gemuk Jinki.
Lelaki yang masih belepotan es krim kala itu, kala keduanya masih menginjak angka satuan.
Lima tahun.
Irene mencium seseorang yang menurutnya sangat manis.
“Kau lucu, pipimu gemuk sepelti bakpao kesukaanku.”
.
.
.
Tapi tidak selamanya.
Jinki berubah seperti pahlawan dalam banyak film.
Sangat cepat hingga berkedip akan membuat gadis itu melewatkannya.
Jinki bertumbuh seperti kupu yang pada awalnya adalah kepompong.
Tidak tahu apa dan bagaimana bentuk dunia.
.
.
.
“Apa yang kau lakukan?”
Irene menyentuh permukaan kepalanya, lalu jari-jarinya perlahan turun, kedua telapak menggenggam erat.
Merasa gugup hingga khawatir jika ia berdebar sampai ke negeri seberang.
Oops, aku mencurinya.”
“…”
“Aku hanya menyentuh sebentar, tak apa kan?”
Jinki mencium dahi seorang gadis saat seragam biru tua masih melekat diantara keduanya.
Jinki bilang menyentuh sebentar, dan itu hanya daerah kepala, tapi ia mengakuinya.
Mencuri ciuman pertama.
Siswa SMP yang masih kasmaran.
Memerah seperti di dalam ruangan spa dengan suhu lava gunung vulkanik.
.
.
.
Lalu waktu mendewasakan manusia.
Tapi Jinki tak pernah beranjak dari usia sebelumnya.
Selalu kekanakan.
Seperti saat ini.
.
.
.
“LEE JINKI MENYEBALKAN!”
Irene berteriak lalu melempar sesuatu hingga terbentuk parabola, dimana jika dihitung secara fisika membutuhkan gaya super.
Sebanyak jutaan Newton hingga permukaan kepala Jinki menunduk hampir menyentuh rumput.
 “Kau bisa saja melempar bola, tapi…”
Tapi Irene melemparnya menggunakan sepatu kotor.
“Karena kau bilang suka bau tanah basah, sepatuku berlumuran apa yang kau sukai itu, suka baunya?”
Jinki mendekat.
Mengarahkan langkah pada Irene dengan pakaian olah raga yang sama dengan miliknya.
Sebelumnya gadis itu marah karena Jinki tidak bertingkah normal.
Mereka dihukum mengumpulkan bola-bola setelah mata pelajaran olah raga karena terlambat, karena Jinki mengajaknya melakukan sesuatu di pagi hari.
Yang Jinki katakan tidak bisa ditunda.
Sangat mendesak seperti menangkap pencuri celana dalam yang meresahkan.
“Kumpulkan bola-bola yang ada disana!”
Maka Irene memerintah seperti Jinki adalah seorang pembantu.
Karena Jinki akan kabur dengan teman-teman satu gank-nya meninggalkan Irene dengan hukuman.
Sendirian.
Dasar tidak berperasaan.
 “Kau yang membuatku terlambat, jadi kau yang harus dihukum.”
Lalu gadis itu menyentuh anggun sebuah bangku menggunakan pantat.
Duduk manis seperti putri bangsawan.
“Kau serius?”
Jinki bertanya, menatap polos pada seseorang lalu duduk diatas bangku yang sama, menunggu gadis itu berkata-kata.
“Kau bilang sangat mendesak.”
Tapi itu hanya melepas kawat gigi.
“Kau menipu-“
“Kau bilang tak menyukainya.”
Jinki menyela cepat, secepat debaran Irene jika seseorang itu berada sedekat ini.
“Kau bilang aku terlihat buruk jika menggunakannya.”
Lalu?
“Aku tak ingin terlihat buruk di depanmu.”
TIK TOK TIK TOK
Lalu Irene menjatuhkan sepi, ia mendorong udara dan menyentuh bibir Jinki.
Seketika atmosfer membeku, mengunci gerakan semua orang, jarum jam tidak lagi berlanjut, dunia berhenti berotasi untuk menyaksikan semu merah muda pada permukaan kulit manusia.
Ciuman pertama.
Dan Jinki tak bisa menerima.
Irene mengambilnya tanpa ijin, disaat dirinyalah sang pencuri ulung.
.
.
.
Lalu kisah cinta monyet berakhir saat seragam abu-abu ditanggalkan.
Saat Irene beranjak menjadi gadis yang sesungguhnya, lalu seseorang datang.
Dan berlanjut seperti ini.
.
.
.
Jinki meletakkan kedua telapak tangannya.
PLUK
Gadis itu terdiam, ia menatap Jinki yang tersenyum polos di depannya.
Irene menunduk melihat apa yang dilakukan lelaki itu.
Terhadapnya.
“BRENGSEK!”
PLAK
Jinki memerah bukan karena malu tapi karena permukaan halus itu menyapanya.
Ia baru saja ditampar.
Dan Jinki pantas mendapatkannya.
“Kau…aku…aku benci padamu…”
Irene mengatakannya, ia sedikit berkaca, berencana menangis keras supaya seluruh dunia tahu apa yang Jinki lakukan.
Supaya seluruh dunia menghukumnya.
“Maaf…”
Perkiraan Jinki sepertinya meleset.
“Lain kali aku akan menyentuhnya dengan lebih lembut.”
PLAK
Sepertinya Jinki harus dipukuli sampai mati.
“KARENA ITU MENIKAHLAH DENGANKU!”
Lalu Jinki berteriak keras, memberi tanda jika ia beranjak frustasi.
Maka lelaki itu mulai mengumpulkan akal sehat.
Ia akan berusaha berbicara dengan sangat sopan.
“Aku mengenalmu sejak dulu, sejak dulu sekali hingga aku tak bisa mengingatnya-“
“Itu karena kau bodoh.”
“Boleh aku melanjutkannya?”
Jinki memohon hingga mata sabitnya tenggelam oleh tulang pipi, lelaki itu hampir menyerah dan –sama seperti Irene- Jinki berencana menangis agar seluruh dunia tahu betapa ia sangat menderita.
Lalu gadis itu berucap.
“Lanjutkan.”
Dengan benar.
Dengan sopan.
“Saat itu, mungkin 25 tahun lalu?”
Jinki berusaha mengendarai waktu.
“Aku sangat mengingatnya, kau menghias rambutmu menggunakan pita merah muda saat tiba dirumahku, kau menggenggam tangan ibumu sangat erat. Mereka bilang kau tidak suka tempat asing…”
“…”
“Lalu saat aku datang, aku tak tahu apa namanya saat itu, tapi sekarang aku rasa aku mengerti.”
“…”
“Kau mengagumiku.”
“…”
“Kau sudah tertarik padaku saat usiamu masih sangat kecil.”
“…”
“Kau menyukaiku saat dirimu sendiri tidak tahu bagaimana perasaanmu.”
Jinki selalu saja terlalu percaya diri.
Tapi juga selalu benar.
“Lagipula kita sudah kehilangan banyak satu sama lain.”
“Apa?”
Irene bertanya-tanya.
“Kau menciumku saat masih dikecil, aku menciummu saat masih remaja, lalu kau-“
“TAK PERLU MENYEBUTKAN SEMUANYA!”
Irene hanya malu mendengar, mengingat lagi.
“Aku bahkan baru saja meraba dadamu.”
Minho mengatakan jika ia melakukannya makaIrene akan bertekuk lutut.
PLAK
Jinki bersumpah akan meminta asuransi kesehatan dari Minho!
.
.
.
Dan kisah ini belum berakhir.
Percayalah.
.
.
.
Jinki mengejar langkah, ia berlari lalu meraih lengan seseorang. Irene tidak terkejut karena ia tahu jika Jinki akan melakukannya.
Tidak menyerah.
Lelaki itu meraih sesuatu dari saku.
Sebuah cincin.
Lalu memasangnya pada jari manis seorang gadis.
“Sekarang kita memakainya.”
Jinki berkata lalu memamerkan jari tangannya dengan cincin yang sama.
Lelaki itu tersenyum lalu melihat sekeliling.
“KALIAN TAHU KAMI SIAPA?”
Jinki berteriak diantara kerumunan orang.
Tolong jangan gila lagi.
“KAMI ADALAH PENGANTIN BARU!”
Irene ingin menghilang, aura merah muda menghias muka, gadis itu malu setengah mati sedangkan Jinki tidak punya saraf untuk mengenal perasaan malu.
Jinki berpaling dari dunia, lalu melihatnya lagi, melempar sesuatu padanya.
Perasaan paling indah yang dimiliki manusia.
“Aku mencintaimu.”
Bukan Jinki yang mengatakannya.
Tapi Irene.
Ia kehilangan jati diri karena tenggelam oleh mantra ajaib Jinki yang dihembuskan siang malam hingga selamanya.
.
.
.
Aku mencintaimu.
.
.
.
Dan Jinki menjawab pernyataan Irene dengan bibirnya.
.
.
.
Menciumnya seperti manusia dewasa.
.
.
.
End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar