Senin, 21 November 2016

Sumber : https://fanficskpopindo.wordpress.com/2015/02/03/flowers-inside-my-heart/#more-7422


FLOWERS INSIDE MY HEART

FLOWERS INSIDE MY HEART
An Oneshoot
by Risuki-san
Cast : Lee Jinki (SHINee’s Onew) & Lee Jieun (IU) | Rating : Teenager | Genre : Romance | Length: Oneshoot | Disclaimer : FF abal ini asli buatan author | [A/N] Another JiJi couple story XD
Ff ini sudah pernah di post di wp pribadiku :D
.
‘Mereka tumbuh tak terkendali, tanpa air yang menghujaninya, tanpa pupuk yang memberinya pasokan energi. Terus tumbuh seperti rumput liar yang semakin lebat meski tanpa pemilik’
-Lee Jinki-
.
FLOWERS INSIDE MY HEART
Seperti berada diantara kabut jamur bom hiroshima, Jinki merasa sesak, sebagai manusia ia merasa hidupnya takkan lama.
Ia sesak, ada sesuatu di dalam dadanya, sesuatu yang sangat melimpah dan sulit untuk dibendung. Seperti limpahan air di sungai yang menyebabkan banjir, seperti itulah Jinki menjelaskannya.
“Hyung, ada apa denganmu?”
“Aku…”
“Kau memecahkan jendela rumah paman Billy?”
“Aku…”
“Merusak bonsai milik Bibi laurent?”
“Aku…”
“Mungkinkah…” Taemin – adik Jinki yang paling tampan karena ia satu-satunya- berpikir keras, sangat keras hingga pembuluh vena di lehernya seolah akan meledak dan memuntahkan darah segar yang kaya akan karbondioksida.
“Aku…”
“Hyung! Jangan bilang kau mematahkan stik golf milik ayah!”
Jutaan rapalan Taemin ucapkan, ia benar-benar takut, Stik golf Tuan Lee patah dan satu keluarga akan puasa sebulan penuh karena harus membeli yang baru.
Tak ada acara wisata untuk bulan ini –itu tak masalah- karena tak mendapat uang saku penuh, itu masalah utamanya!
“Taemin, aku…”
Lelaki kurus itu terlalu sibuk membaca mantra, mantra yang ia anggap dapat mengembalikan stik golf super mahal milik ayahnya.
“Aku…aku jatuh cinta”
Apa mungkin dunia akan runtuh?
Tapi tidak, Taemin butuh kepastian.
“Maksudnya ayam?”
Jinki menggeleng pelan, Taemin melotot karena Jinki terlihat bodoh, mata sabitnya menatap kosong, bibir apelnya membuka dan…
TES
Kelenjar saliva Jinki terlalu giat bekerja!
Jinki ngiler bahkan saat matanya terbuka lebar!
.
.
.
Seperti menaiki sebuah balon udara dan…
DUARR
Meletus, menarik nyawa yang tengah bergesekan dengan partikel angin, mereka jatuh satu per satu lalu semua jiwa itu terseret keatas dan terpisah dengan raga, menciptakan tangis bagi yang ditinggalkan.
Jinki merasakannya, ia merasa ada yang menarik jiwanya kala bibir Taemin -yang menurutnya tidak lebih seksi dari miliknya- membuka dan melayangkan beberapa kata yang tersusun rapi membentuk sebuah pisau tak kasat mata dan…
JLEBB
Menghujamnya, menewaskannya.
“Tidak boleh! Hyung, kau harus mengalah!”
Dilahirkan tampan lalu suara yang lebih merdu dari nyanyian burung saat pagi, tapi kenapa Jinki selalu sesulit ini mendapatkan cintanya?
Ia tak pernah jatuh cinta sekuat ini sebelumnya, Jieun, nama itu yang terukir di name tag yang gadis itu kenakan. Teman Taemin yang datang berkunjung beberapa hari lalu.
“Kenapa aku harus mengalah?”
Tolong buat bodoh otak Taemin, jangan buat dia menemukan sesuatu yang dapat memberinya alasan, alasan kenapa Jinki harus mundur.
“Apalagi? Tentu karena aku adikmu dan aku lebih dulu menyukainya”
Jinki merutukinya, itu fakta yang tengah melawannya, memperkuat kubu Taemin dan melemahkannya.
“Kita bertukar kamar dan kau mundur, bagaimana?”
Mengorbankan kamar tidur kesayangannya, memberikan angkasa kecil miliknya, sebuah ruang di lantai dua, dengan atap kaca transparan yang menampilkan bintang saat malam, lalu hiasan kamar berupa benda-benda bulat –replika planet- dan warna hitam yang melapisi tembok.
Sebuah miniatur galaksi bima sakti yang terlihat wow setidaknya bagi Jinki –sang inovator- dan Taemin yang akan mengeluarkan ekstra saliva saat melihatnya.
“Cinta tidak bisa dibeli, Hyung”
Ya ampun, dia mulai sok dewasa!
.
.
.
“Taem, aku akan mengantarmu ke sekolah”
Mengucapkannya dan ya, sebuah gelengan yang sangat kuat, lebih kuat dari gasing yang telah dipacu dan diatur dengan kecepatan yang fantastis.
“Jangan mencari kesempatan, Hyung”
Bukanlah musim dingin yang membuatnya menggigil tapi Jinki, ia mengepulkan asap dengan jumlah yang tidak rasional.
Ia marah dan tak bisa menunjukkannya!
.
.
.
“Hyung”
Jinki mendengarnya tapi mengabaikan.
“Hyung”
Sekeras apapun suara itu menusuk telinganya, Jinki memutuskan untuk tuli. Ia hanya ingin mendengar suara Jieun. Titik!
Seperti seorang rapunzel yang dikurung selama ratusan tahun, Jinki kini memahaminya. Ia kesepian, ia menginginkan seseorang menghiburnya dan orang itu Jieun, harus Jieun.
Ia merindukan Jieun lebih dari merindukan dubu yang ia makan saat kecil, ia menyukai Jieun lebih dari ayam yang telah menemaninya hampir dua puluh satu tahun.
“Hyung, apa karena gadis bernama Jieun itu?”
Jonghyun –sahabat dan adik angkatan dikampusnya- tidak lebih pintar dari Jinki tapi jika berkaitan dengan sebuah kata yang tersusun atas 5 huruf, yang dibaca ‘cinta’ kenapa lelaki dino itu tahu segalanya?
“Apa kau pengemis dan ia bangsawan? Apa ia anak kecil yang terpaut usia belasan tahun denganmu? Apa kau seorang agen rahasia negara dan ayahnya adalah gembong mafia narkoba?”
Jinki frustasi tapi Jonghyun sepertinya lebih parah.
“Hyung, kisah cintamu tidak serumit romeo and Juliet ataupun boneka barbie dan pangerannya, tapi kenapa kau seterpuruk ini?
Sejak kapan Jonghyun jadi sepintar ini? Jinki mulai khawatir, sementara ia terdampar jauh di sebuah pulau kesedihan dan otak lelaki dino sudah berevolusi hingga secanggih ini!
Melayangkan telapaknya diatas meja, menimbulkan bising yang membuatnya semakin terbakar semangat.
Dengan lincah mencari nomor Taemin yang entah ia simpan atau tidak, mata yang segaris membuka sedikit lebih lebar dan ia menyebutnya ‘melotot’.
“Halo Taemin, aku…”
“…”
“Ehh, baiklah!”
Kerlingan gigi kelincinya benar-benar menyilaukan, Jinki tersenyum terlalu lama!
.
.
.
Seperti berdiri di tengah medan perang, Jinki sangat gugup, kakinya lemas, mata sabitnya tak ingin mengedip, sedetikpun ia tak mau melewatkan pemandangan Jieun yang duduk tak jauh darinya.
Seolah mengenakan kacamata kuda, Jinki hanya bisa melihatnya, ia akan meledak karena bahagia!
Gadis itu bersinar dimatanya, sebuah sayap bersandar di punggungnya, Jieun seperti malaikat yang hidup di dunia manusia.
“Hyung, maaf, aku…”
Mengabaikan tiap kalimat Taemin,  melangkah begitu saja kala dua pasang mata itu bertemu, benang transparan seolah menariknya, mata kecil itu menghisapnya tanpa ampun.
“Hyung, ada apa denganmu?”
“Aku…”
“Hyung, kau-“
“Aku…”
“Kau menangis??”
Mata sabitnya berair, Jinki hanya TERLIHAT menangis, karena sesungguhnya tidak, air bening itu hanya cairan biologis yang dikeluarkan oleh sebuah kelenjar untuk membasahi matanya yang kering.
“Hyung, maaf, tapi aku…”
Taemin menangisinya, Jinki yang terlihat bodoh dan air matanya, merasakan sebuah palu memukul telak dadanya, menghimpit jantungnya diantara tulang rusuk yang mulai retak dan patah. Jinki menangis karenanya.
“Jiyeon, maaf kita putus saja”
Ini sesak tapi akan lebih menyakitkan jika ia bahagia tapi Jinki sebaliknya, memilih untuk melupakannya, melupakan Jiyeon yang baru saja berkata ‘iya’ setelah Taemin berlutut dan mengungkapkan perasaannya.
“Hyung, ayo pulang”
Menarik tangan besar Jinki, tapi…
.
.
.
“Kau bilang yang rambutnya panjang!”
“Jiyeon rambutnya panjang!”
“Kau bilang yang paling cantik!”
“Jiyeon yang paling cantik!”
“Kau bilang namanya Jieun!”
“Kapan aku mengatakannya? Aku bilang Jiyeon! Aku bilang aku menyukai Jiyeon!”
.
.
.
Kenyataan tidaklah serumit rumus fisika tapi merekalah yang membuatnya seperti itu. Entah mulut lebar Taemin yang menciptakan fakta palsu atau memang telinga Jinki yang perlu pembersihan ekstra.
Taemin ternyata menyukai gadis lain, itu fakta yang mampu membawanya meluncur cepat ke angkasa, tubuhnya mengembang seiring dengan jutaan bunga yang memenuhinya, mendengar jutaan burung bernyanyi untuknya, jutaan bunga yang mekar secara mendadak saat musim gugur, seluruh elemen alam bersorak bersamanya, bahagia untuknya.
AKU BAHAGIA!
Jinki ingin meneriakkannya, ingin seluruh dunia tahu jika kini ia akan meledak dan memenuhi dunia dengan bunga khas musim semi.
.
.
.
Hanya menatapnya dari jauh, tapi sinarnya sudah sesilau ini, tak ingin memicing meski sinarnya dapat melukai mata.
Suara dari surga menuntunnya, menariknya mendekat, mendekat pada sesuatu yang terang, lebih terang dari matahari pada waktu malam, senyumnya.
“Jieun”
Bibir apel itu menyebutnya, nama terindah, seindah Tuhan menciptakan pemiliknya.
“Jinki oppa sedang menjemput Taemin?”
Bibir apelnya kaku, otot disekitarnya tidak bekerja, sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh otak miliknya tidak sampai pada tujuan.
Otaknya hanya memberi satu perintah yaitu berkata tidak, hanya satu kata dan tidak berhasil.
 “Ya?…ya, aku sedang menjemput Taemin”
Bibir seksi itu mulai memecah kongsi dengan anggota tubuh lain dan berakhir mengkhianati Jinki!
.
.
.
Sindrom rapunzel kembali menggerogotinya, Jinki merindukannya seperti putri raja merindukan pangerannya, ingin menemuinya, mendengar nyanyian surga menuntunnya tapi sistem geraknya lumpuh.
Ia silau akan terangnya tapi kelopak matanya tak dapat menutup, ia menerima pancaran Jieun karena Tuhan yang mengaturnya.
Ia ingin mendengarnya, mantra paling indah yang pernah ada di dunia.
Suara yang memancar lembut dari bibir Jieun saat bergerak, mengeluarkan kalimat sederhana namun sulit dimengerti oleh Jinki.
.
.
.
Mati-matian melawan, tak ingin terperosok lebih dalam, lebih jauh dari Jieun. Mengumpulkan nyali yang mulai berkembang seiring dengan bunga-bunga yang tumbuh semakin lebat di dalam hatinya.
Mereka tumbuh tak terkendali, tanpa air yang menghujaninya, tanpa pupuk yang memberinya pasokan energi. Terus tumbuh seperti rumput liar yang semakin lebat meski tanpa pemilik.
“Jieun, aku…”
“Ya?”
“Aku…”
Seolah ada tali tak kasat mata yang mengikat saluran nafasnya, menghalau tiap molekul oksigen di depannya, mengusirnya, memaksa seluruh sel tubuhnya kelaparan lebih lama.
 “Oppa, bisa katakan lebih cepat? Aku buru-buru”
“Aku…aku mencari Taemin, kau melihatnya?”
.
.
.
Merutukinya, lagi-lagi seperti ini. Tak mampu menerjemahkan bunga-bunga dihatinya.
‘Jieun, aku menyukaimu’
Hanya kalimat pendek sederhana, pengucapannya tidak sesulit bahasa Rusia tapi Jinki merasa kesulitan.
“Hyung”
Mengabaikan Taemin yang memanggilnya, lebih bahagia memandang punggung Jieun yang semakin mengecil dan hilang ditelan jarak.
“Kau tak perlu secepat itu, dekati dia, buat dia nyaman di sekitarmu”
EHH…
“Tiba-tiba mengatakan suka, Jieun pasti terkejut”
.
.
.
Menarik paksa udara disekitarnya, meracuni tubuh dengan pasokan oksigen yang fantastis, mengabaikan jika mungkin molekulnya akan berdesakan diantara sel-sel tubuh.
Mengambil semakin banyak kala anggota geraknya semakin giat bekerja, berlari lebih cepat dari biasanya lalu mati-matian mengatur nafas yang terlanjur memburu.
Bersikap sebiasa mungkin segera setelah Jieun tepat satu meter di depannya.
“Mau kemana? Butuh seseorang untuk menemani?”
Menatap Jieun yang terkejut, ada tatapan penuh tanya yang menghujaninya.
Memilih untuk memasang selukis senyum, menahan diri agar tidak bernafas dengan cara yang bar-bar.
“Aku harus mengembalikan buku di perpustakaan kota, lalu pulang, membuat kue dengan ibu”
Jinki mengangguk pelan, ia ingin bernafas lebih cepat, ia ingin menghirup aroma ini lebih banyak.
Aroma Jieun yang khas, lebih harum dari bunga-bunga di taman.
“Oppa, kau terlihat lelah”
Dunianya berhenti, Jinki tak lagi ingin bernafas, ia tercekat kala tangan putih itu menyentuh dahinya.
Mengambil sehelai tissue lalu menyeka keringat Jinki yang mengalir deras pada pelipisnya.
“Oppa, kau bisa bernafas sekarang”
Hanya mengedip lucu, Jinki belum mampu mengendalikan diri, berada di bawah pengaruh bunga dihatinya, membuat Jinki menjadi bodoh.
Jinki tersenyum kala melihatnya, Jieun dengan muka yang memerah dan tak berani memandangnya, sudut bibir yang mengeluarkan tawa ringan.
“Oppa, kau suka tiramisu?”
“Ya?”
“Aku dan ibu akan membuatnya hari ini, ingin mencobanya?”
.
.
.
Bukan rasa ayam favoritnya, tapi rasa kopi khas tiramisu, dan Jinki tak sabar menantinya. Seolah berada diantara gulungan emas, Jinki bahagia lebih dari siapapun.
“Oppa, kau bisa bermain catur?”
“Ya, sedikit”
“Baguslah, Jinki oppa bisa menunggu sambil mengobrol dengan ayah”
Jinki mendengarnya lagi, nyanyian dari surga yang menerbangkannya, gesekan lembut partikel angin menimbulkan kehangatan di dalam hatinya.
Bertemu ayah Jieun adalah hal yang sangat baik meski mungkin akan membunuhnya.
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar