[Freelance Oneshot ] Wedding Proposal
Author: Ghina
Cast: Kim Heechul – Arianda Choi
Length: Oneshot
Genre: Romance
Rating: PG-15
Sudah pernah di post di beberapa blog dan blog pribadi saya,specialoves.wordpress.com dan dapat pula di akses di fanpage khusus karya-karya saya, facebook.com/specialoves
.
.
.
Heechul sedang melirik jam tangan kulit berwarna silver yang melingkari pergelangan tangan kirinya—untuk yang keempat kalinya dalam setengah jam ini—saat akhirnya seorang gadis yang ia nantikan menunjukkan wujudnya di depan pintu restoran. Heechul mendecak kesal saat gadis itu—Arianda Choi duduk dihadapannya dengan tampang polos.
“Terlambat 15 menit lewat 37 detik,” ujar Heechul sinis sembari melipat kedua tangannya di depan dada, nampak sangat arogan. Sedangkan Arianda yang ditindas memilih membalasnya dengan satu senyum bersalah.
Arianda sudah terlalu sering diperlakukan seperti ini oleh salah seorang anggota Super Junior itu. Nyaris enam bulan bersama membuat Arianda paham akan sikapnya. Heechul benci menunggu, Arianda tahu itu. Tapi, beberapa pelanggan yang menunggunya di butik tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Tanggung jawabnya sebagai seorang designer harus di prioritaskan. Meskipun itu berarti Arianda akan mendapati wajah masam Heechul.
“Maaf. Butik sedang ramai-ramainya,” kata Arianda memulai permintaan maafnya. Arianda menundukkan kepalanya, menolak menatap mata coklat Heechul yang menyorot tajam. Terdengar helaan napas Heechul sebelum suara khas menggantikannya.
“Sudah tiga kali, Arianda.”
Ragu-ragu, Arianda mendongak dan memberanikan diri menatap Heechul. “Apa?”
“Membuatku melakukan hal yang kubenci. Tiga kali. Dan aku tidak bisa menerima untuk yang selanjutnya.” Heechul menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, masih tidak mau melepaskan pandangannya pada Arianda. “Kau tahu apa artinya itu, Nona Choi?”
“N-ne?”
Heechul mengeluarkan seringaiannya lalu menggerakkan salah satu tangannya ke depan leher, melakukan gerakan menggores seolah-olah ia sedang memutilasi lehernya. “Selesai.”
“Mwo?”
“Selesai, Arianda. Kita putus. Aku masih bisa bersabar di kali kedua, tapi tidak untuk yang ketiga. Coba kau bayangkan, bagaimana rasanya jika kau berada di posisiku? Melakukan hal yang kau benci berulangkali tanpa bisa mengelak? Kurasa kau tidak sanggup.” Heechul tertawa sinis, membiarkan dirinya nampak begitu kejam.
Arianda terdiam.
Gadis itu terlalu bingung dengan semua hal yang terjadi secara tiba-tiba ini. Dia tidak tahu harus bagaimana, dan berkata apa. Rasa-rasanya baru beberapa menit lalu Arianda mengendari mobilnya dengan kencang, bertarung dengan waktu agar bisa sampai tepat jam satu. Tapi, Arianda kalah dan membuat Heechul marah. Heechul menyudutkannya, membeberkan segalanya, lalu putus.
Apakah ini masuk akal?
“Kau—apa kau serius?” tanya Arianda takut-takut.
“Coba katakan, kapan aku pernah bermain-main dengan ucapanku?”
Dan Arianda hanya bisa menelan ludah dengan susah payah. Kepala Arianda menunduk, lagi, menatap kedua tangannya yang meremas ujung rok selututnya. Dia merenung, mencerna ucapan Heechul baik-baik. Lantas merasa sesak setelahnya.
Arianda ingin menangis.
Jadi, Arianda menyambar tas tangannya lalu bangkit berdiri. “A—aku per—gi.”
Arianda melangkahkan kakinya menjauh sembari menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Tumpukan air bening yang menggenang di pelupuk matanya tidak bisa ia tahan lagi. Maka, Arianda membiarkan dirinya tergugu. Dalam diam.
Arianda tidak menyangka bahwa hubungan yang telah terjalin lama bisa kandas hanya karena sebuah kesalahan yang terdengar biasa. Bahkan dalam pikiran terliarnya sekali pun, Arianda tidak pernah memperkirakan kalau ia dan Heechul akan berakhir.
Arianda menyukai Heechul, sangat amat menyukai lelaki itu. Sikap Heechul yang apa adanya membuat Arianda perlahan-lahan bertekuk lutut padanya. Semakin lama semakin dalam, hingga Arianda memutuskan untuk memberikan sesuatu paling berharga dalam dirinya; hatinya. Arianda memercayai Heechul untuk menjaganya, melindunginya agar tetap aman dan tak tergores. Tapi, ternyata Heechul sendirilah yang melukainya. Heechul sendiri yang membuat Arianda menderita.
Arianda patah hati. Dan dia sakit karenanya.
Gadis itu baru mengulurkan tangannya, berniat mendorong pintu restoran saat tangannya tiba-tiba ditarik dan disentak dengan keras, membuat tubuhnya berbalik, menghadap lelaki yang lebih tinggi sembilan senti darinya, Kim Heechul.
Heechul, yang berhadapan langsung dengan gadis itu, seketika mencelos mendapati wajah Arianda yang basah akan air mata. Hidung dan bibirnya memerah; Arianda pasti menangis cukup keras hingga ia merasa harus mengigiti bibirnya agar isakannya tertutupi.
Heechul menghela napas. Tatapannya melembut seiring dengan kakinya melangkah lebih dekat. Lalu tanpa diduga-duga, Heechul mengusapkan ujung ibu jari tangannya di kedua belah pipi Arianda.
“Bodoh.”
Makinya pelan, tepat di depan wajah Arianda sehingga gadis itu berjengit dan mengangkat kepalanya, menatap Heechul heran. Berbeda dengan Arianda, Heechul justru balas menatap gadis itu dengan sorot mata yang tidak karuan, entah memikirkan apa.
Cukup lama dua pasang iris mata berbeda warna itu saling bersinggungan, sebelum akhirnya Heechul memilih menghentikan tindakan tololnya.
“Kenapa kau malah pergi, hah? Dasar tidak sabaran.”
Kali ini Heechul membiarkan suaranya menjadi setingkat lebih keras. Heechul bahkan menjitak kening Arianda, membuahkan ringisan kecil dari gadis itu. Lalu Arianda terdiam sembari mengelus bagian kulitnya yang terasa berdenyut.
Membayangkan kalau-kalau inilah terakhir kalinya Arianda dapat merasakan sikap aneh dari seorang Kim Heechul membuat mata Arianda kembali memanas.
“Untukmu,” ujar Heechul tanpa basa-basi, menghentikan air mata Arianda yang nyaris tumpah, sembari menyodorkan sesuatu pada gadis itu.
Heechul mengalihkan pandangannya ke arah lain, membiarkan isi otaknya teracuni adegan dramatis penuh rasa romantis yang akan dilakukan Arianda setelah ini. Angan-angannya yang terasa menyenangkan itu membuat Heechul tanpa sadar tersenyum lebar.
“Ini—apa?”
Pertanyaan tak terduga yang keluar dari bibir penuh Arianda, membuyarkan segala macam khayalan yang bersemayam di kepalanya. Heechul mengerjapkan matanya beberapa kali lalu beralih menatap Arianda dan sebuah bantal tidur yang masih setia bertengger di atas kedua tangannya.
“Kau tidak ingin mengambilnya?”
“Bantal ini?” tanya Arianda kikuk.
“Memangnya apa lagi?”
“Kau yakin? Maksudku—”
Ucapan Arianda terpotong karena Heechul sudah mendesak bantal itu ke tubuh Arianda, memaksa gadis itu menerimanya. Ragu-ragu, Arianda meraih benda tersebut.
“Oppa,”
“MWO?” bentak Heechul tanpa sadar dengan suara melengking keras. Setelahnya Heechul malah mengumpat kecil dan melepaskan topinya. Lelaki itu bergerak gelisah di tempatnya, nampak menimbang-nimbang. Lalu tiba-tiba berdiri tegak, menunjuk-nunjuk bantal dalam dekapan Arianda menggunakan topinya.
“Simpan itu baik-baik, oke?”
“Kenapa?”
“Tentu saja karena bantal itu adalah barangku yang paling berharga.”
Nada ketus yang terdengar dari kalimat Heechul, membuat Arianda bungkam. Arianda menatap bantal pemberian Heechul sejenak lalu menangguk sekilas. Namun, kerutan samar di kening Arianda terasa mengganggu sehingga menarik perhatian Heechul yang sebelumnya memang sibuk mengamati gadis itu.
“Ada apa?” tanya Heechul penasaran.
“Aku tidak mengerti,” jawab Arianda, terus terang.
Mata Heechul nyaris melompat keluar saat mendengar pengakuan Arianda. Heechul nyaris memuntahkan amarahnya saat Arianda terlebih dahulu membuka suara, menambahkan sebaris kalimat dengan nada mencicit, “Maksudku, kita sudah putus—kau melakukannya tadi. Jadi, kenapa kau memberikan ini padaku?”
“Apa kau tidak punya televisi? Tidak membaca portal berita? Siaran radioku, apa kau juga tidak mendengarkannya?” cecar Heechul dalam satu tarikan napas, membuat Arianda terpana melihat betapa menyeramkannya lelaki itu sekarang.
Arianda menelan ludah. “Mianhae.”
Heechul meniup poni depannya lalu merogoh saku celana, mengeluarkan ponselnya dan mengotak-atiknya sebentar sebelum menyerahkannya pada Arianda yang menerima dengan raut tidak mengerti. Arianda menunduk, menemukan sebuah berita disana. Gadis itu memutuskan untuk membacanya. Tidak butuh waktu lama karena setelahnya, Arianda malah menatap Heechul horror.
“Jadi, apa Anna penyebab ini semua? Kau lebih memilihnya? Apa kau—abnormal?”
Heechul bereaksi terlalu berlebihan; bibirnya terbuka lebar. Otak Heechul terasa melambat sehingga ia tetap pada posisi tadi dalam waktu yang cukup lama—2 menit atau lebih.
“Ka—kau masih tak paham?” ujar Heechul dengan tatapan apa-kau-memang-sebodoh-itu lalu meringis. Heechul menggaruk keningnya yang tak gatal dan mentap Arianda garang. “Arianda Choi, apa kau tidak mengetahui alasanku memberikanmu artikel itu?” tanya Heechul pelan namun penuh dengan intimidasi. Matanya menyala tajam pada Arianda, membuat Arianda menggigil ketakutan.
Dan satu gelengan kecil dari Arianda, membangunkan singa kelaparan dalam tubuhnya.
“YAK!” teriak Heechul menggelegar sehingga Arianda tersentak kebelakang. Gadis itu bahkan sampai harus mengangkat bantal panjang tersebut agar mampu menutupi wajahnya dari hujaman mata Heechul yang terasa membakar. Tanpa Arianda perkirakan, Heechul menarik bantal itu dan merobek ujungnya. Tangannya mencari-cari sesuatu diantara tumpukan kapas putih.
“Kau sedang ap—Ya Tuhan,” pekik Arianda sembari menutup mulutnya dengan satu tangan.
Arianda begitu terkejut saat tangan kanannya ditarik dan Heechul menyematkan sebuah cincin bermata satu disana. Selesai memasangkan cincin tersebut pada pemiliknya, Heechul melepaskan pergelangan tangan Arianda begitu saja lalu berjalan menuju meja pesanannya, meninggalkan Arianda dengan wajah pucat dan kebingungan.
Setengah berlari, Arianda menghampiri Heechul yang sedang sibuk menyantap makan siangnya. Berlaku santai seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi diantara mereka. Heechul melirik Arianda sebentar lalu kembali memasukkan daging steak itu ke dalam mulutnya, benar-benar mengabaikan keberadaan Arianda yang menunggu penjelasannya.
“Apa ini?” tanya Arianda sembari menunjukkan cincin itu tepat di depan wajah Heechul sehingga lelaki itu merasa terganggu.
“Cincin, memangnya apa lagi? Sekarang, singkirkan tanganmu dari piringku,” ucap Heechul tegas dengan rahang mengetat. Lelaki itu memberikan tatapan mengerikannya pada Arianda sebelum melanjutkan makannya yang sempat tertunda.
Arianda, yang menciut mendapati sikap dingin Heechul hanya dapat menunduk dan memainkan cincin pemberian Heechul. Pikirannya melayang jauh ke belakang, mencoba mengingat hal-hal kecil yang terlupakan hingga membuat Heechul berlaku sadis seperti ini.
Gadis itu terlalu larut dalam lamunannya sampai-sampai tidak menyadari kalau Heechul sudah menarik kursinya mendekat, bersebelahan dengan kursi Heechul. Arianda baru menyadari posisinya saat Heechul menyentuh dagunya dan menaikkan wajahnya. Lalu tanpa diduga-duga, Heechul mencium Arianda keras, berusaha menyampaikan perasaan frustasinya akan kelambatan kerja otak Arianda.
Ciuman itu baru terlepas ketika keduanya sama-sama kehabisan napas.
Masih terengah, Heechul berkata, “Itu lamaran.”
“Apa?”
“Bukan,” geleng Heechul pelan. “Lebih tepatnya ajakan menikah.”
“Hah?”
Decakan Heechul terdengar keras. “Aku mengajakmu menikah, Gadis Bodoh. Kenapa otakmu itu lambat sekali? Bantal itu juga, padahal aku sudah memberikan beritanya padamu. Kau masih juga tak mengerti.”
“Kuberitahu ya, aku pernah menyukai Anna, karakter dalam film Frozen. Sampai-sampai aku merelakan uangku untuk membeli segala hal yang berbau dirinya dan mengakuinya sebagai istriku. Aku mungkin gila waktu itu. Tapi, tidak cukup gila saat kau tiba-tiba datang dan mengobrak-abrik perasaanku.”
“Jadi, maksudku memberikan boneka itu adalah agar kau tahu kalau aku menginginkan dirimu untuk menjadi pendampingku yang sesungguhnya. Anna hanya sosok semu yang tak bisa kugapai, sedangkan kau duduk disini, memberikan waktumu untuk diriku. Kalian jauh berbeda. Kau lebih berharga dari Anna dan karakter anime kesukaanku yang lainnya.”
Arianda tersenyum lembut sembari menghapus sudut matanya yang berair. Gadis itu menerima tisu yang disodorkan Heechul dan membersihkan hidungnya.
“Coba lihat, mana ada lelaki lain yang mau dengan gadis jorok sepertimu selain diriku. Kau beruntung sekali mendapatkanku.”
Kalimat narsis Heechul diiringi oleh tawa renyah Arianda yang menyebabkan matanya menyipit karena sebuah eye smile yang khas. Melihat wajah manis Arianda membuat Heechul tidak bisa menahan dirinya untuk tak kembali menempelkan bibirnya di permukaan bibir gadis itu. Kali ini lebih mendesak, lebih dalam, dan lebih romantis. Seolah dengan begitu perasaan bahagia yang meledak di dalam tubuh Heechul bisa tersalurkan.
“Tiga hari lagi, Yoido Full Gospel Church, setengah 8 pagi.”
“Apa?” tanya Arianda di sela-sela kecupan panas Heechul.
“Kita—menikah.”
“APA?”
.
.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar